Sabtu, 09 Januari 2016
Home »
» Boleh Dong Salah
Boleh Dong Salah
Mens sana in corpore sano, ‘Di dalam tubuh yang sehat,
hadir jiwa yang sehat’. Pepatah ini sudah berumur ribuan tahun dan terus
saja diajarkan guru pendidikan jasmani kepada anak-anak SD. Menurut Jaya
Suprana, pepatah ini keliru. Lihat aja orang sakit jiwa, banyak di antara
mereka bertubuh sehat, tapi jiwanya sakit. Atau, para kriminal yang fisiknya
rata-rata sehat dan bahkan kuat, tetapi jiwanya sakit. Kekeliruan semacam ini
banyak kita temukan dalam kehidupan ini. Benar nggak?
Banyak kesalahan yang
dilakukan manusia sepanjang sejarah. Sejak zaman batu sampe zaman
pesawat super-sonik, manusia tetap aja bikin salah. Dari
kesalahan-kesalahan besar hingga kekeliruan sepele. Tapi, nggak banyak
orang yang mau mencatat kesalahan itu. Mung-kin, kita takut kesalahan itu bisa
mengotori sejarah, ya ...
semacam aiblah. Untung aja
ada Jaya Suprana, si Bos Jamu Jago yang sableng itu.
Di mata Jaya Suprana,
kehidupan ini aneh banget, penuh dengan kekeliruan. Jaya Suprana menghimpun
ke-salahan-kesalahan dalam kehidupan kita dan meramunya menjadi disiplin ilmu
yang dia sebut “kelirumologi”. Ilmu apaan, tuh? Ilmu ini semacam kajian
terhadap kekeliruan manusia yang sering kali nggak sempet kita sadari.
Dengan membedah kekeliruan, Jaya ingin menohok ruang kesadaran manusia.
Dia
mau nyindir manusia yang sok jago bahwa kita juga ternyata masih sering
terjebak dalam berbagai kekeliruan. “Tujuannya untuk menelanjangi superioritas umat
manusia,” begitu katanya.
Lewat kelirumologinya, dia
mengajak orang mempe-lajari kekeliruan untuk mencari kebenaran. Menurut sang
Kelirumolog ini, kelirumologi adalah esensi dari sukma ilmu pengetahuan. Selama
seseorang betul-betul mengha-yati ilmu pengetahuan, otomatis ia seorang
kelirumolog.
Salah
satu contoh kekeliruan dalam masyarakat kita adalah anggapan salah terhadap
stres. Menurut Jaya, stres itu nggak bisa terelakkan sebab stres adalah
anugerah Yang Mahakuasa sebagai energi. Tanpa stres, manusia menjadi loyo,
pasif, apatis, nggak berdaya. Makanya, semua semi-nar yang bermaksud
menghilangkan stres dia anggap keliru.
“Gila
apa! Masa stres mau dihilangkan. Kita justru harus mengelola stres menjadi
stres positif (eustress) agar tak menjadi tertekan (distress),”
kata lelaki yang gemar guyon itu.
Selintas,
masalah-masalah yang dihimpun dalam kelirumologi cuma masalah sepele. Eits,
nanti dulu! Lihat lagi lebih teliti, please. Ternyata, banyak kekeliruan
itu menyangkut masalah cara pandang. Bahasa kerennya “paradigma”.
Paradigma itu mirip kacamata
yang kita pakai untuk melihat kehidupan. Satu kenyataan yang sama bisa jadi
berbeda jika dipandang dari paradigma yang berbeda. Misalnya gini, deh,
dari dulu sampe sekarang, matahari yang beredar, ya, matahari itu juga.
Tapi, orang zaman dulu memandang matahari dengan cara berbeda. Contohnya perbedaan sudut pandang antara dua ilmuwan ini, Aristoteles dan
Copernicus. Aristoteles memandang matahari sebagai benda yang mengelilingi
bumi, sedang-kan Copernicus yakin bumilah yang mengelilingi matahari.
Orang
sukses dan orang gagal menjalani hidup yang itu-itu juga. Tapi, mereka
memandang hidup dengan paradig-ma yang berbeda. Mungkin, kisah tukang batu ini
bisa sedikit menjelaskan paradigma.
Ada dua orang tukang bangunan yang sedang terlibat
dalam pembangunan masjid. Tukang ba-ngunan pertama ditanya tentang pekerjaannya.
Dia menjawab bahwa dia sedang membangun masjid. Tetapi, tukang batu kedua punya
jawaban yang berbeda, “Saya sedang membangun per-adaban.”
Walaupun
dua-duanya sama-sama melakukan tugas sebagai kuli bangunan, jawaban tukang batu
kedua mem-berikan gambaran paradigma yang berbeda. Tukang batu pertama
memandang pekerjaannya hanya sebagai tukang batu biasa, sedangkan tukang batu
kedua menganggap bahwa dirinya nggak hanya sedang membuat sebuah
bangunan, tapi juga menjadi bagian penting dari sebuah pembangunan peradaban.
Dia tahu, bangunan yang sedang dia buat, nantinya pasti akan berguna bagi
banyak orang.
Paradigma
itu penting banget. Salah paradigma bisa membuat semua langkah dalam hidup kita
ikutan salah.
Kata Stephen Covey, paradigma
itu mirip peta. Kalau mencari suatu alamat di Kota Bandung, tapi kita
menggu-nakan peta Jakarta; sampe kapan pun nggak bakalan ketemu.
Kalau pengin sukses, tapi yang ada di kepala kamu paradigma orang pesimis; nggak
bakalan, deh, sukses itu bisa kamu raih.
Nah, Jaya Suprana lewat
kelirumologinya ngajak kita buat memeriksa lagi peta di kepala kita.
Ayo, kita lihat lagi paradigma kita, cara memandang hidup kita! Jangan-jangan,
masih banyak kekeliruan yang kita pelihara dalam kepala kita. Kekeliruan cara
pandang bisa menyebabkan kekeliruan dalam bersikap. Sebuah kata bijak
mengatakan, “Jika kamu menganggap diri kamu palu, pasti kamu menganggap orang
lain paku.”
Kalau pengin
sukses, tapi
yang ada di
kepala kamu
paradigma
orang pesimis;
nggak bakalan,
deh, sukses itu
bisa kamu
raih.
KESALAHAN PERTAMA DALAM SEJARAH
Awal cerita hidup manusia
dibuka dengan kesalahan. Kamu ingat, kan, cerita tentang Nabi Adam dan buah
khuldi? Dalam kisah tersebut, Adam dan Hawa bikin satu kesalahan yang
menyebabkan mereka terusir dari surga. Dari sanalah, sejarah manusia dimulai ….
Waktu
itu, manusia cuma ada dua, Adam dan istri-nya—Hawa. Mereka masih tinggal di
suatu tempat yang disebut jannah (Sebagian orang berpendapat jannah
ini adalah surga, tapi sebagian ulama nggak setuju. Jannah itu
cuma sebuah kebun di suatu tempat. Hanya Allah yang tahu.).
Sebelumnya,
Allah sudah wanti-wanti, “Makan dan minumlah sesukamu, tetapi jangan dekati
pohon ini!” Adam sangat memegang perintah itu. Soalnya, Adam, kan, makhluk
pilihan Allah yang dipercaya untuk jadi wakil (khalifah) Allah di bumi.
Iblis nggak tinggal diam melihat manusia
hidup tente-ram. Dia ingin membalas dendam. Soalnya, iblis pernah dibikin sakit hati gara-gara
kehadiran manusia. Waktu Adam diciptakan, Allah menyuruh semua makhluk lain
bersujud kepada Adam. Semua bersujud, kecuali si iblis. Dengan sombong, dia
berkata, “Masa aku disuruh sujud kepada manusia yang diciptakan dari tanah?
Aku, kan, diciptakan dari api. Nggak level lagi!” Kira-kira begitu
omongan iblis.
Jelas aja Allah murka melihat kesombongan
iblis itu. Sejak itu, Allah mengutuk iblis sambil menghadiahkan “segepok tiket”
neraka buatnya.
“Oke, bolehlah aku jadi
penghuni neraka. Tapi, izinkan aku untuk menggoda Adam dan anak cucunya, biar
mereka jadi teman-temanku di neraka nanti,” begitu iblis memohon izin kepada
Allah. Nah, sejak itulah iblis merumuskan ribuan strategi untuk menggoda
manusia.
Iblis
tahu bahwa Allah melarang Adam untuk mende-kati pohon khuldi. Itulah saat yang
tepat buat iblis untuk me-launching program perdananya. Iblis
merencanakan sebuah strategi untuk memengaruhi Adam agar melanggar perintah
Allah itu.
Iblis
datang kepada Adam dan Hawa, lalu berkata, “Bila kalian memakan buah khuldi
itu, kalian bisa seagung malaikat dan hidup abadi.”
Adam
tahu ucapan iblis itu cuma rayuan bullshit belaka. Dia sudah tahu track
record iblis. Nabi Adam mengangkat tangan dengan telunjuk, “Pergi kau,
jangan coba-coba goda aku!”
Iblis pun lari
terbirit-birit. Tapi, bukan iblis kalau gampang nyerah. Masih ada seribu
satu jurus untuk membuat Adam tergoda. Dia datang lagi menemui Adam sambil berakting ala sinetron
picisan. “Kalau tahu jadinya bakal begini, aku nggak bakalan membangkang
perintah Tuhan,” kata iblis sambil bersedu sedan, “Aku rela bersujud
menghormatimu.” Akting iblis yang nggak kalah mantap dari aktingnya Tora
Sudiro (Aktor Terbaik FFI 2004) itu bikin Adam mulai iba. “Dengar Adam, aku nggak
ingin kalian terusir dari surga kayak aku ini. Karena itu, makanlah buah ini.
Aku bersumpah demi Allah, aku berniat baik.”
Nah,
lho, pake sumpah atas nama Allah segala. Adam berpikir bahwa iblis pasti
nggak maen-maen karena bawa-bawa nama Allah segala. Apakah Adam tergoda?
Kisah selanjutnya dipaparkan dalam Al-Quran Surah Thâhâ (20): 115–121.
Maka keduanya makan dari pohon itu lalu tampaklah
kedua auratnya ….
Sebagai
punishment untuk kesalahan Adam dan Hawa itu, Allah mengusir Adam dari
tempat itu. Lalu, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi, ke tempat tinggal manusia
yang kita tinggali sekarang. Adam dan Hawa diturunkan di dua tempat yang
berjauhan. Bertahun-tahun, mereka saling mencari dan akhirnya bertemu di sebuah
bukit. Bukit itu sekarang disebut Jabal Rahmah, yaitu bukit kasih sayang.
Begitulah skenario yang
dibuat Allah untuk mengawali drama kehidupan manusia. Dari situ juga, Allah mau
menunjukkan kepada kita semua kalau manusia adalah tempatnya berbuat salah dan
lupa (mahalul khata wa nisyan). Jadi, kalau kamu bikin kesalahan,
nggak usah, deh, terlalu menghukum diri sendiri. Itu wajar, kok.
Lewat kisah ini pula, Allah
pengin ngingetin kita bahwa setiap saat, kita bisa terjebak pada
perangkap kesalahan yang dirancang oleh pasukan iblis yang bisa menyelusup ke
alam kita. Taktik iblis pun sekarang bentuknya udah canggih, Man!
Nggak ngerayu pake buah khuldi lagi. Buah khuldinya bisa diganti sama drugs,
seks, atau hal-hal yang nggak pantas kamu deketin.
Naskah skenario cerita Adam
ini bakal dialami semua manusia yang hidup di dunia, termasuk kamu. Pasti kamu
pernah berada dalam suatu situasi ketika kamu nyaris tergoda hal-hal buruk. Kamu
tahu hal itu buruk, tapi nyaris nggak bisa nguasain diri untuk menghindarinya.
Kalau kamu ngalamin situasi kayak gitu, cepetan
inget cerita ini. Mudah-mudahan, kamu segera bisa ngambil jarak dan cepet
sadar bahwa situasi itu cuma jebakan iblis. Iblis memang tahu benar bahwa kita
punya peluang bikin salah. Makanya, kamu juga harus sadar kelemahan itu. Dengan
selalu sadar bahwa kita punya peluang salah, kita bakal terus waspada. Ok, take
care yourself, Man!
DEBUT KRIMINAL
Like father like son, mangga nggak bakal
jatuh jauh dari pohonnya. Atau, seorang anak nggak akan beda dengan
bapaknya.
Ya,
istilah itu cocok untuk menggambarkan kisah Qabil si Kriminal Pertama. Setelah
kesalahan pertama dilakukan Adam, kesalahan kedua dalam sejarah manusia
dilakukan oleh salah seorang putranya yang bernama Qabil. Kesalahan Qabil ini
bisa dikategorikan sebagai tindak kriminal pertama dalam sejarah manusia.
Qabil adalah putra Adam yang
lahir kembar dengan Iqlima. Adam juga memiliki putra-putri kembar lainnya,
yaitu Habil dan Labudda. Ketika mereka beranjak dewasa, Allah memerintahkan
Adam untuk menikahkan mereka. Tetapi, Adam harus menikahkan
mereka secara silang. Qabil harus dinikahkan dengan Labudda, sedangkan Habil
harus dinikahkan dengan Iqlima. Ketika keputusan itu diumumkan kepada
putra-putrinya, ternyata Qabil menolak mentah-mentah. Kenapa, ya?
Ternyata, Qabil nggak
mau menikah dengan Labudda. Dia sudah kesengsem berat sama Iqlima karena Iqlima
jauh lebih cantik daripada Labudda. Tetapi, keputusan Allah nggak bisa
diganggu gugat (Kayak keputusan wasit di pertandingan olahraga aja?).
Qabil yang keras kepala tetap aja melakukan aksi mogok kawin.
Di
tengah situasi buntu kayak gitu, Allah memberi solusi kepada Nabi Adam,
yaitu kedua putranya diminta untuk berkurban. Yang kurbannya diterima, bebas
memilih istri sesuai keinginannya.
Kompetisi pun dimulai. Habil
yang berprofesi sebagai peternak teladan memilih domba yang paling besar untuk
dikurbankan. Dia cuma do the best buat Allah, tanpa memikirkan Iqlima.
Sebaliknya, yang ada di pikiran Qabil cuma perempuan. Dia nggak serius
memilih bahan yang akan dikurbankan. Dia cuma mempersembahkan hasil pertanian
yang kualitasnya rendah.
Kemudian,
Habil dan Qabil mendaki gunung untuk meletakkan kurban masing-masing di puncak
gunung. Kurban siapakah yang diterima?
Nabi Adam yang bertindak
sebagai juri pada kompetisi itu, kembali pada keesokan harinya untuk melihat
skor terakhir kompetisi itu. Domba Habil ternyata laris manis dimakan binatang.
Adapun hasil pertanian Qabil masih utuh nggak ada yang menyentuh. Berarti, The
winner is
... Haaabiiil ...!
Habil
tersenyum lebar, sedangkan darah Qabil bergolak dialiri rasa marah dan kecewa.
Saat itulah, iblis yang dulu menggoda Adam datang lagi menyumbang ide kepada
Qabil untuk melakukan tindak kriminal itu.
Pada
suatu kesempatan, ketika Habil tertidur pulas di padang rumput, Qabil
mendekatinya dengan batu besar di tangannya. Hup! Batu itu diangkat
tinggi-tinggi dan ...
dalam sekejap, Habil
meninggal karena benturan batu yang keras menimpa kepalanya.
Setelah itu, iblis lari
sambil tertawa terbahak-bahak meninggalkan Qabil yang terdiam penuh penyesalan
di samping mayat adiknya. Qabil nggak tahu apa yang harus dia lakukan terhadap mayat adiknya, hingga dia melihat dua ekor
gagak berkelahi. Salah seekor gagak itu mati terbunuh, kemudian gagak yang
masih hidup menggali tanah dengan cakarnya, mendorong bangkai lawannya ke
lubang, lalu lubang itu ditutup dengan tanah. Qabil pun melakukan hal yang sama
terhadap adiknya. Itulah acara pemakaman pertama dalam sejarah manusia. Melalui
kesalahan Qabil itu, Allah mengajarkan banyak hal pada manusia yang hidup
ratusan, bahkan ribuan tahun setelahnya. Manusia mengenal perkawinan, rasa
cemburu, rasa marah, rasa penyesalan, dan cara pemakaman.
Lagi-lagi,
skenario drama kehidupan yang tragis mengawali sejarah kehidupan manusia. Tapi,
lagi-lagi, skenario itu terus dimainkan manusia hingga sekarang. Coba aja
tonton acara berita kriminal di televisi. Banyak pembunuhan, pemerkosaan,
diawali masalah kecil. Ada anak SD memerkosa anak kecil gara-gara nonton
film porno, ada kakek-kakek memerkosa anak kecil, dan skenario-skenario tragis
lainnya.
Mungkin,
sekarang kamu cuma jadi penonton. Tapi, kamu harus hati-hati. Kamu punya
peluang juga jadi orang yang memainkan skenario kayak gitu. Yap! Seperti
yang udah dibilang sebelumnya, semua manusia, termasuk kamu,
punya peluang melakukan kesalahan. Kadang-kadang, kita masuk ke dalam situasi
yang membuat kita hilang kontrol. Bisa jadi kamu memainkan peran Qabil—
gara-gara masalah cewek atau cowok jadi terjebak dalam kesalahan besar yang
bisa bikin hidup jadi runyam. Makanya, tetep be carefull, Guys!
NABI JUGA MANUSIA
Cuma malaikat yang nggak
pernah bikin salah. Semua manusia pernah melakukan salah, tak terkecuali nabi.
Walaupun nabi punya tingkat keimanan yang jauh lebih tinggi daripada kita-kita;
mereka makan kayak kita, suka tidur, punya hati, dan punya
nafsu. Karena itu, Rasul selalu meyakinkan kita, “Aku ini manusia biasa (basyar)
seperti juga kalian.” Bahkan, dia sering bilang kalau dia suka membetulkan
sandalnya, suka tidur di atas pelepah kurma, layaknya manusia biasa. So,
kamu nggak usah aneh jika mereka melakukan kesalahan.
Bedanya
dengan kita, para nabi itu selalu kontan diingatkan oleh Allah setiap kali
melakukan kesalahan. Itulah yang namanya ma‘shum atau dijaga. Ma‘shum
itu bukan berarti terhindar dari kesalahan, melainkan selalu diingatkan setiap
kali berbuat salah. Dengan begitu, para nabi nggak bakalan larut dalam
kesalahan yang meng-haruskan dia mempertanggungjawabkan kesalahan itu di hari
kiamat nanti.
Nabi Yunus a.s. pernah
melakukan kesalahan yang cukup fatal. Dia pernah disersi alias lari dari
tugas. Setelah frustasi menghadapi kaumnya yang bengal abis, dia
memutuskan untuk meninggalkan Ninawa, negerinya.
Allah
langsung menegur Nabi Yunus dengan sebuah kejadian yang ajaib. Kapal yang
ditumpangi Nabi Yunus tiba-tiba oleng sehingga kapten kapal memutuskan untuk
mengeluarkan salah seorang penumpangnya. Setelah diundi, nama Nabi Yunus keluar
sebagai orang yang harus dilempar dari kapal itu.
Beberapa detik setelah
dilempar ke lautan, tiba-tiba seekor paus muncul dan langsung menyantap tubuh
Nabi Yunus. Mungkin, paus yang diutus Allah itu sejenis paus pemakan plankton
yang nggak memiliki gigi, hanya punya umbai mirip saringan (baleen)
untuk menyaring plankton. Itulah sebabnya, tubuh Nabi
Yunus nggak terluka ketika memasuki mulutnya dan akhirnya bersarang di
rongga perut paus itu. Selama berhari-hari, Nabi Yunus tinggal di perut paus
itu. Selama itu pula, Nabi Yunus menyesali perbuatannya dan berdoa memohon
ampun.
Namanya
juga teguran, Allah nggak melukai Nabi Yunus. Paus memuntahkan Nabi
Yunus ke pantai dalam keadaan sehat walafiat, nggak kurang suatu apa
pun. Nabi Yunus kembali ke Negeri Ninawa dan menyaksikan umatnya yang sudah
bertobat. Mereka menyambut kedatangan Nabi Yunus.
Nabi
Zakaria juga sempat kelepasan berbuat salah. Allah menegur Nabi Zakaria
dengan cara yang cukup dramatis. Saat itu, Nabi Zakaria sedang bersembunyi dari
kejaran tentara Romawi yang hendak membunuhnya.
Sebuah
pohon besar membelah dan mempersilakan sang Nabi bersembunyi di dalam
batangnya. “Terima kasih pohon,” begitu bisik Nabi Zakaria. Ucapan itulah yang
langsung mengundang teguran Allah.
Nggak sadar, Nabi Zakaria kelepasan berterima kasih kepada
pohon, bukan kepada Allah. Untuk menebus kesalahannya itu, dia merelakan
nyawanya diambil. Tentara Romawi mengetahui keberadaan Nabi Zakaria. Mereka
memotong batang pohon tempat Nabi Zakaria bersembunyi. Tubuh Nabi Zakaria
terpotong dan nyawa-nya yang suci melayang tanpa membawa lagi beban dosa.
Rasulullah
Saw., nabi, yang paling dicintai Allah pun pernah melakukan kesalahan. Di
antaranya ketika seorang pemuda bernama Abdullah bin Ummi Maktum datang
menghadap Rasul.
Saat itu, Rasul sedang
menyambut seorang pejabat penting sehingga dia mengabaikan Abdullah bin Ummi
Maktum, bahkan Rasul bermuka masam terhadap pemuda tunanetra itu. Allah langsung
menegur sikap Rasul itu dengan menurunkan beberapa ayat awal dari Surah ‘Abasa.
Rasul pun segera sadar dan memperbaiki sikapnya.
The conclusion is ... nabi aja bisa bikin salah, apalagi
kita, ya?
SALAH KALENDER ZAMAN JULIUS CAESAR
Percayakah kamu jika ada
orang yang punya tanggal lahir kayak gini: Roma, 50 Februari 46 SM? Yang
benar aja, masa ada tanggal 50? Kalau buka buku sejarah, kamu pasti nggak
akan merasa aneh. Dulu, memang sempat ada bulan Februari sampe
51 hari, bahkan bulan yang jumlah harinya sampe 97 hari. Semua itu
gara-gara sebuah kesalahan perhitungan kalender masehi.
Kejadiannya
saat Julius Caesar berkuasa di Roma. Saat itu, kalender masehi telah meleset
dua bulan bila diban-dingkan dengan musim. Agar kalender itu kembali selaras
dengan musim, dia menetapkan 100 hari untuk ditambah-kan pada tahun berikutnya,
23 hari dia tambahkan pada bulan Februari dan 67 hari ditambahkan pada bulan
November.
Kebayang nggak? Pada
tahun tersebut, bulan Februari jadi terdiri dari 51 hari dan bulan November 97
hari! Jika kejadian itu terjadi di zaman ini, nggak kebayang gimana
kacaunya. Bakal banyak jadwal pernikahan, gajian, jadwal penerbangan, ujian
sekolah yang jadi berantakan. Makanya, para ahli menyebut tahun itu “tahun
kacau”.
Lima belas abad setelah
perbaikan kalender masa Julius Caesar itu, kesalahan pada kalender masehi
kembali terjadi. Setiap 128 tahun, kalender julius selalu meleset satu hari.
Kesalahan hitungan itu terus bertumpuk selama berabad-abad tanpa ada yang
memperbaikinya. Akibatnya, kalender julisus ketinggalan 13 hari jika
dibandingkan dengan posisi matahari. Kesalahan ini sangat berpengaruh pada
perayaan hari-hari besar agama.
Pada 1582, Paus Gregorius
XIII berunding dengan para ahli untuk membicarakan masalah ini. Akhirnya, diputus-kan
bahwa tahun berikutnya harus disunat 10 hari.
Sejak saat itu, hampir semua
pengguna kalender masehi memperbaiki kalendernya. Kalender yang diperbaiki
Gregorius itu disebut kalender gregorian. Kalender ini dipake secara
luas oleh sebagian besar manusia di dunia, termasuk kita di sini. Jadwal
sekolah, liburan, dan hari-hari kita dihitung dengan kalender gregorian.
Namun,
sebagian orang Rusia masih tetep ogah meng-gunakan kalender gregorian.
Mereka masih mengguna-kan kalender julius yang belum dikoreksi Gregorius.
Akibatnya, kalender mereka berselisih beberapa hari dari kalender masehi yang
digunakan secara umum. Mereka merayakan Natal pada 7 Januari jika dilihat dari
kalender gregorian.
Ternyata,
kesalahan bukan hanya menimpa hal-hal yang sepele, seperti salah ketik, salah
bicara, atau salah langkah aja. Masalah besar yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, kayak kalender, juga masih sempat-sempatnya
mengalami kesalahan. Padahal, kalender itu dirumuskan oleh para ahli astronomi
kaliber dunia. Setiap abad, kalender terus dikaji ulang. Tetapi, tetep aja
ada yang salah. Nah, makanya, kalau kamu melakukan sebuah kesalahan, jangan
terlalu menghukum diri kamu sendiri. Maafkanlah
dan perbaikilah sebab masalah
besar kayak masalah kalender aja masih bisa dimaafkan dan diperbaki.
Oke?
HURUF AL-QURAN NGGAK GUNDUL LAGI
Jika kamu membaca Al-Quran
asli yang diterbitkan pertama kali, yang disebut mushaf utsmani, dijamin
seratus persen bakal pusing tujuh keliling. Masalahnya, huruf-huruf pada mushaf
itu nggak disertai titik dan tanda baca atau harakat.
Kamu
pasti akan kesulitan membedakan huruf ba yang memiliki satu titik dengan
ta yang mempunyai dua titik. Huruf sin dengan syin pun
dijamin ketuker. Tidak hanya itu, mushaf itu juga nggak dibubuhi
tanda fatah, kasrah, dan tanda lain, sehingga kamu akan kesulitan membaca vokal
a, i, u, e, dan o.
Singkatnya,
mushaf Al-Quran itu gundul, dul dul …! Asli! Tetapi, berkat kesalahan
(lagi-lagi kesalahan), kini huruf-huruf pada mushaf Al-Quran dibubuhi tanda
baca seperti fatah, kasrah, damah, dan tanda-tanda lainnya. Huruf-huruf
Al-Quran pun nggak gundul lagi dan kita menjadi mudah membaca Al-Quran.
Untuk orang Arab, sih, nggak
masalah. Mereka sudah terbiasa membaca huruf Arab gundul. Tapi, masa-masa
selanjutnya, Islam tersebar ke luar Jazirah Arab. Itu berarti, Al-Quran dibaca juga oleh
orang-orang yang nggak fasih berbahasa Arab. Nah, mulailah muncul
masalah. Orang-orang non-Arab mengalami kesulitan membaca Al-Quran. Bahkan,
beberapa kali ditemukan orang Muslim non-Arab yang salah membaca Al-Quran.
Kalau keadaan ini dibiarkan,
pastilah kesucian Al-Quran akan ternodai oleh berbagai cara baca yang salah.
Gubernur Bashrah, Ziad bin Sumayyah, meminta seorang ahli bahasa bernama Abu
Aswad Adduwali untuk membu-buhkan tanda pada Al-Quran untuk mempermudah membaca
Al-Quran sekaligus menghindari kesalahan.
Awalnya, Abu Aswad menolak
tugas ini. Dia takut usaha itu justru akan terjebak bid‘ah—melakukan sesuatu
yang nggak dicontohkan oleh Nabi. Namun, Ziad bin Zumay-yah terus
mendesak agar Abu Aswad menerima tugas suci ini, bahkan dia sempat
memerintahkan pengawalnya untuk menghadang perjalanan Abu Aswad.
Akhirnya,
Abu Aswad menerima tugas itu bukan karena diintimidasi gubernur, melainkan
karena dia melihat sendiri orang Muslim yang salah membaca Al-Quran. Dia pun
sadar, jika nggak melakukan tugas dari gubernur, berarti dia membiarkan
kesalahan membaca Al-Quran terus terjadi.
Abu
Aswad pun menghadap gubernur dan menya-takan kesediaannya untuk menerima job
yang dulu ia tawarkan. Untuk melaksanakan tugas itu, dia meminta seorang
penulis yang andal.
“Jangankan
satu, tiga puluh akan saya kasih,” begitu kata gubernur. Perkataan gubernur itu
memang bukan cuma gertak sambal. Dia mengundang tiga puluh penulis hebat.
Namun, Abu Aswad cuma memilih satu yang terbaik dari mereka.
Dengan bantuan penulis, Abu Aswad mulai melaksana-kan tugas itu.
Dia membacakan Al-Quran dan memberi-kan instruksi, “Jika kau melihat bibirku
terbuka lebar waktu menyebut huruf (bersuara a), letakkanlah satu titik
di atas huruf itu. Jika kau lihat bibirku agak terkatup (bersuara i),
letakkanlah sebuah titik di bawah huruf itu. Jika kedua bibirku mencuat
ke muka (bersuara u), letakkanlah titik di tengah huruf tersebut.
Demikianlah Abu Aswad melaksanakan tugasnya dengan
cermat. Setiap selesai satu halaman, dia akan membaca hasil pekerjaan si
penulis itu untuk memeriksa ulang.
Usaha Abu Aswad ini lumayan
membantu memper-mudah membaca Al-Quran. Orang nggak akan lagi kesulitan
membaca a, i, u, e, atau o. Namun, orang masih kesulitan membedakan huruf ba
dengan ta atau sin dengan syin sebab huruf-huruf Al-Quran
itu masih belum disertai titik yang membedakan huruf. Seperti kamu tahu,
huruf sin dengan syin cuma dibedakan dari jumlah titiknya.
Huruf
ta dengan ya sama-sama punya dua titik. Ta titiknya di
atas, sedangkan ya di bawah. Nah, saat itu, huruf-huruf itu susah
dibedakan karena titik-titik itu nggak dicantumkan. Akibatnya, banyak
orang yang kebingungan ketika menemukan kata nunsyizu dengan zai
atau nunsyiru dengan ra karena ra dengan zai sama
bentuknya, cuma dibedakan dengan titik.
Kata
khalafaka juga sering dibaca khalaqaka sebab fa dengan qa
bentuknya sama, cuma titik yang membe-dakannya. Untuk menghindari kesalahan
itu, Gubernur Iraq Al-Hajjaj memanggil dua orang murid Abu Aswad Adduwali.
Namanya Nashr bin Ashim dan Yahya bin Ya’mar. Dua orang itu ditugasi untuk
memberikan tanda titik pada huruf-huruf Al-Quran yang sering tertukar.
Dua orang murid Adduwali itu
melakukan tugasnya yaitu memberikan titik pada setiap huruf yang memang
memiliki titik. Satu titik di atas huruf nun, dua titik di atas huruf ta,
dan seterusnya. Tetapi, setelah selesai, Al-Quran menjadi cukup membingungkan
karena banyak titik—Abu Aswad juga menggunakan tanda titik untuk menandai harakat fatah,
kasrah, dan damah. Untuk membedakan-nya, digunakanlah warna tinta yang berbeda.
Pada
perkembangan selanjutnya, harakat fatah, kasrah, dan damah diganti
menjadi garis di atas untuk fatah, kasrah garis di bawah, dan damah dengan
huruf wau yang kecil. Sistem itu dipake hingga sekarang, termasuk
Al-Quran yang sering kamu baca.
Begitulah ceritanya. Bisa
dibayangkan seandainya waktu itu nggak ada kesalahan dan orang-orang
asyik-asyik aja dengan Al-Quran yang gundul. Pastilah Al-Quran yang sampe
ke kita hari ini masih dalam keadaan gundul tanpa tanda baca. Wah,
dijamin orang yang bisa baca Quran pasti dikit banget sebab untuk membaca Arab
gundul kita harus menguasai ilmu tata bahasa Arab. Untuk baca Al-Quran nggak
cukup belajar iqra di madrasah, kita harus mesantren enem taon! Wah,
nggak kebayang! Makanya, kita harus berterima kasih sekali lagi sama
kesalahan. Sekarang, kamu yakin, kan, kalau kesalahan itu selalu membuka jalan
baru untuk kemudahan. Terima kasih, Gutenberg!
Ucapan itu harus kita sampaikan kepada si Penemu Mesin Cetak
Modern itu. Karena kesalahan yang dilakukan Gutenberg-lah, mesin cetak
modern ditemukan dan semua manusia menikmati kemudahan dalam dunia
cetak-mencetak. Bahkan, penemuan mesin cetak modern oleh Gutenberg menjadi
tonggak awal bergulirnya era informasi yang telah mengubah wajah dunia.
Ternyata … semua itu bermula dari sebuah kesalahan kecil yang nggak
disengaja.
Sebelum mesin cetak modern ditemukan,
orang-orang mencetak buku dengan cara yang cukup melelahkan. Mula-mula,
lembaran tulisan yang akan dicetak diukir pada sebuah papan kayu. Huruf-huruf
diukir dengan terbalik! Kebayang, kan, sulitnya? Kayu itu diolesi tinta. Setelah tinta rata pada
permukaannya, papan itu ditekan-kan pada lembaran-lembaran kertas. Jika buku
itu terdiri dari 100 halaman, si pengukir harus membuat seratus ukiran. Huh,
melelahkan sekali, ya?
Kesulitan
paling tinggi dalam proses ini adalah mengukir dengan huruf yang terbalik.
Makanya, pada proses ini sering kali terjadi kesalahan. Dan itulah yang dialami
oleh Gutenberg.
Pada
suatu hari, dia mengukir sebuah balok kayu dengan serius. Dia hanya perlu
mengukirkan beberapa huruf lagi sebelum menyelesaikan ukiran untuk satu
halaman. Tetapi, ups! Ternyata, ada satu huruf yang salah! Wah, betapa kesalnya
Gutenberg.
Kesalahan
satu huruf pada proses ini mengharuskan dia mengulang ukirannya lagi dari awal
pada sebuah kayu yang baru. Tetapi, Gutenberg mencoba berpikir untuk mencari
jalan lain yang mungkin lebih ringan. “Tring!” Dia mendapat ide. Gutenberg
mencukil huruf yang salah itu dan menggantinya dengan huruf yang benar yang dia
buat pada sebuah keping kayu kecil.
Keping
kayu kecil! Keping huruf kecil! Keping huruf pada kayu kecil! Kesalahan yang
baru aja dilakukan membuat Gutenberg berpikir tentang satu hal. Ya,
Gutenberg sadar bahwa ia nggak usah mengukir huruf-huruf pada balok baru
setiap kali dia akan mencetak sesuatu. Jika memiliki banyak keping huruf, dia
tinggal menggabungkannya hingga menjadi kata, kalimat, dan lembaran-lembaran
buku. Eureka!
Kesalahan
yang dilakukan telah menyadarkan bahwa selama ini Gutenberg melakukan pekerjaan
yang nggak efektif. Kesalahan itu
memberi tahu bahwa ada cara yang lebih efektif.
Dari
sanalah, Gutenberg mengembangkan sistem tip. Tip adalah balok kayu kecil dengan
satu huruf yang terukir. Kini, dia nggak usah mengukir tulisan pada
balok kayu baru setiap akan mencetak. Dia tinggal menggabungkan tip-tip kecil
itu dan mencopotnya kembali ketika selesai mencetak.
Selanjutnya,
tip itu nggak dibuat lagi dari kayu, melainkan dari logam. Seorang
petugas yang disebut kompositor menyusun huruf-huruf itu menjadi
halaman-halaman buku. Penyusunan huruf oleh kompositor sangatlah lama sebab
dilakukan secara manual. Untuk mempercepatnya, diciptakanlah mesin penyusun
huruf yang disebut Linotype.
Jika
dulu balok kayu ditekan pada kertas menggunakan tangan, Gutenberg mencoba
melakukan kesalahan yang lain. Dia gunakan mesin yang salah untuk mempercepat
pekerjaannya. Dia menggunakan mesin pemeras anggur. Alat ini menghasilkan
cetakan yang lebih jelas daripada yang dilakukan oleh tangan sebab mesin ini
memiliki daya tekan yang kuat.
Sekarang, buku yang saya
tulis ini dicetak dengan cara yang dulu dirintis dari kesalahan Gutenberg.
Berkat kesalahan itu, kamu bisa membaca buku ini. Karena itu, kita harus
sama-sama say thank kepada Gutenberg: Terima kasih atas kesalahan yang
kamu lakukan, Gutenberg!
PENEMUAN BESAR GARA - GARA KESASAR
Ratusan tahun lalu, Amerika cuma hutan belantara dan padang
rumput. Di sana, belum ada pusat perfilman Hollywood, nggak ada lembah
silikon penghasil teknologi tinggi, atau gedung pencakar langit, Empire State
Bulding.
Kita hanya bisa menyaksikan
pohon-pohon tinggi, bebatuan, dan tanah-tanah nggak bertuan yang
diselimuti salju tebal di setiap musim dingin. Daratan luas itu cuma dihuni
beberapa suku Indian. Tetapi, keadaan segera berubah setelah seorang pengembara
Eropa nyasar ke tanah itu. Pengembara itu bernama Columbus.
Columbus mulai ingin menjadi
pelaut ketika melihat peta-peta perjalanan mertuanya yang seorang pelaut. Dari
peta-peta itu, Columbus mulai berpikir tentang anggapan bahwa dunia itu bulat.
Jika dia berlayar ke barat, dia akan tiba di tempat semula dari timur.
Muncullah keinginannya untuk berlayar mengelilingi dunia. Dia ingin membuktikan
benar-nggak kalau bumi itu bulat.
Untuk
mewujudkan impiannya itu, Columbus mulai mencari sponsor. Columbus mencoba
mempresentasikan gagasannya di hadapan Raja Portugis. Yang didapat dari sang
raja bukan dukungan, melainkan cacian, “Columbus, kamu ini gila, ya? Bumi itu
datar, tahu! Kalau berlayar terus, kamu bakal masuk ke jurang yang dalam!”
Memang, orang saat itu masih beranggapan bahwa bumi itu datar seperti meja.
Columbus
nggak patah arang. Dia pergi ke Spanyol untuk merayu Raja Ferdinand dan
Ratu Isabella. Dia mencoba meyakinkan bahwa
perjalanannya ke Asia bisa mendatangkan keuntungan besar karena kerajaan
Spanyol bisa mendapatkan sutra, emas, dan kekayaan lain yang melimpah dari
Asia. Ternyata, rayuan itu ampuh dan membuat Raja Ferdinand serta Isabella ngiler.
Raja Ferdinand dan Isabella bersedia menjadi sponsor tunggal dan mendanai
impian Columbus.
Pada Agustus 1492, Columbus
berlayar menggunakan 3 buah kapal dan 87 orang awak kapal. Columbus berlayar
menuju Cina dan India. Asia berada di sebelah timur, tetapi Columbus berlayar
ke arah barat. Dia yakin akan tetep sampe di tujuan sebab dia yakin bumi
ini bulat. Setelah berlayar hampir 2 bulan, tepatnya 12 Oktober 1492, Rodrigo
de Triana—seorang awak kapal Colum-bus—berteriak bahwa mereka sudah sampe
di tujuan.
Dengan
pede, Columbus mengatakan bahwa dia sudah sampe di India Timur.
Di sana, mereka bertemu dengan penduduk asli pulau tersebut. Columbus
menyebut mereka sebagai “Indian” yang artinya penduduk India. Sebagai balas
budi kepada sang sponsor, dia tancapkan bendera sebagai tanda bahwa kini pulau
ini milik Raja Ferdinand dan Ratu Isabella.
Pelayaran
itu mengangkat nama Columbus menjadi seorang pahlawan yang menemukan dunia baru
bernama India. Sejak itulah, orang-orang Eropa berduyun-duyun menuju tanah baru
itu. Perubahan pun segera terjadi di sana.
Sekarang,
kita hanya tersenyum geli menyimak cerita Columbus itu. Soalnya, kita kini tahu
bahwa Columbus nggak pernah sampe ke Asia
atau India. Dia cuma mendarat di Kepulauan Bahamas di Amerika. Columbus
salah sangka.
Akan tetapi, yang salah
sangka bukan cuma Columbus. Orang sedunia juga salah sangka. Mereka menganggap
bahwa Columbus penemu Benua Amerika. Padahal, 20 ribu tahun lalu, orang Asia
sudah sampe di bagian utara Amerika. Merekalah yang disebut Indian oleh
Columbus.
Ribuan
tahun setelah orang Indian itu, orang-orang Viking dari Eropa mendarat di benua
tersebut. Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Columbus, seorang pelaut
bernama Americus Vespucius berhasil menginjakkan kakinya di benua ini. Nama Benua
Amerika pun diambil dari namanya. Columbus nggak tahu,
beberapa abad kemudian, pelayarannya yang nyasar itu mengubah sejarah.
Amerika berubah menjadi tanah yang dipenuhi orang-orang bule migran dari Eropa.
Mereka menggantikan penduduk asli yang terus tersingkir. Kalau aja
Columbus nggak salah alamat, mungkin Amerika nggak bakal kayak
sekarang.
SALAH BEJAMAAH
Kalau kamu bikin salah,
santai aja, Man! Itu wajar, kok. Kamu, kan, cuma punya satu
kepala, dua mata, dua telinga. Modal segitu memang nggak cukup
untuk menggaransi diri kamu terbebas dari kesalahan. Jangankan kamu, orang
sedunia aja bisa salah secara berjamaah. Lebih parah lagi, kesalahan itu
bertahan hingga berabad-abad lamanya.
Hampir
lebih dari seribu tahun, orang-orang sedunia pernah salah sangka sama alam ini.
Mereka menganggap dunia ini adalah pusat alam semesta dan mataharilah yang
mengelilingi bumi. Di sekolahan, kamu mengenal teori ini sebagai teori
geosentris. Masih ingat nggak?
Sejak teori ini dirumsukan
oleh filsuf Yunani Aristoteles empat abad sebelum masehi, semua orang
mengamini, nggak ada yang berani menentang. Bahkan, pada abad XII,
teori ini dikuatkan oleh orang-orang Eropa. Gereja pun menetapkan teori ini
sebagai kepercayaan yang nggak bisa ditawar. Kalau ada yang coba-coba
menentang teori ini, dia bakal dianggap kafir dan bakal kena hukuman dari dewan
inkuisisi gereja.
Akan tetapi, kemajuan
pengetahuan nggak bisa direm. Perkembangan ilmu astronomi membuat mata
kita makin terbuka. Kepercayaan bahwa bumi adalah pusat mulai dipertanyakan.
Ditemukannya alat-alat astronomi yang canggih dan didirikannya observatorium,
membuat orang makin yakin bahwa teori lama itu salah.
Akhirnya,
para ilmuwan pun berhasil menemukan bahwa bukan matahari yang mengelilingi
bumi, tapi bumilah yang mengelilingi matahari. Kita kenal teori itu sebagai
teori heliosentris. Lambat laun, orang-orang sedunia mulai sadar bahwa selama
ini mereka memercayai teori yang salah.
Sekarang,
semua orang dengan mudah percaya bahwa bumilah yang mengelilingi matahari.
Tapi, orang-orang zaman dulu nggak begitu aja percaya. Perlu
sekitar seribu tahun untuk membuat mereka sadar dari kesalahannya. Sejak
Aristoteles mengungkapkan teori geosentris, sebe-nernya filsuf lain
bernama Aristarchus sudah menentang teori itu. Mungkin, Aristoteles
lebih kondang daripada Aristarchus, orang-orang lebih percaya pada teorinya Aristoteles.
Kasus “salah berjamaah” kayak
gini juga terjadi pada masalah teori bumi itu bulat. Sebelum para pelaut
berhasil mengelilingi bumi, manusia menganggap dunia ini mirip meja yang datar.
Kalau perahu kita terus berlayar ke lautan luas, pasti suatu ketika
menemukan ujung dunia. Perahu kita bakal jatuh ke jurang di luar batas dunia,
seperti jatuh dari atas meja.
Orang
zaman dulu juga percaya bahwa gerhana matahari itu diakibatkan matahari dimakan
naga atau buto ijo. Semua orang memang bisa salah, tak terkecuali kamu.
BABAK BELUR GARA-GARA HUMAN ERROR
Orang sekelas Einstein aja
pernah bikin salah. “Kesalahan terbesar dalam hidupku adalah ketika
menandatangani surat persetujuan dengan Presiden AS Roosevelt untuk membuat bom
atom,” begitu Einstein menyesali kesalah-annya.
Penyesalan itu begitu dalam
di hati Einstein hingga dia menyebutnya “great mistake in my life”.
Keputusannya itu telah menyebabkan ribuan penduduk Hirosima dan Nagasaki mati
dihantam bom atom. Sampe-sampe, Einstein harus menyesali profesinya
sebagai ilmuwan fisika. “Kalau jadinya bakal begini, mendingan saya jadi tukang
sepatu aja, deh,” begitu katanya.
Jika Einstein masih hidup,
dia akan lebih menyesal melihat pengembangan teknologi nuklir yang terus jadi
mimpi buruk bagi kehidupan manusia. Berbagai negeri mengembangkan
teknologi ini—selain untuk sumber energi, juga untuk menakut-nakuti negara
lain.
Pengolahan
tenaga nuklir juga sudah menghasilkan sam-pah nuklir yang berserakan di bumi
ini. Padahal, sampah nuklir itu bisa menimbulkan bahaya yang serius buat
kehi-dupan manusia. Proses pe-ngembangan teknologi nuklir juga sudah mencatat
sejumlah bencana yang begitu dahsyat, seperti yang terjadi di sebuah reaktor
nuklir di Kota Cherno-byl, Ukraina, pada 26 April 1989.
Saat
itu, seorang teknisi muda yang nggak berpenga-laman kebagian piket.
Konon, si operator itu menjalankan tugasnya dalam kondisi lelah sehingga nggak
teliti dalam mengontrol keadaan monitor di reaktor tersebut.
Keteledorannya itu mengakibatkan reaktor itu meledak dan menyebabkan radiasi
yang skalanya 40 kali lipat lebih dahsyat dari radiasi yang dipancarkan oleh
bom atom di Hirosima dan Nagasaki!
Efek dari radiasi nuklir itu
awet hingga bertahun-tahun lamanya. Radiasi nuklir bisa menyebabkan kelainan
pada tubuh manusia dan terus diwariskan kepada generasi berikutnya.
Menurut data, bertahun-tahun setelah tragedi Chernobyl itu, angka kelahiran di
daerah yang teradiasi terus menurun drastis hingga 40%. Tingkat kematian orang
Ukraina pun terus meningkat. Sebelum kejadian ini, tingkat kematian 9/1000
orang setiap tahunnya. Tetapi, 9 tahun setelah kejadian itu, tingkat kematian
meningkat menjadi 15/100 setiap tahunnya. Berarti, meningkat hampir 80%. Belum
lagi berbagai wabah penyakit yang bermunculan. Ribuan orang menderita hanya
gara-gara keteledoran seorang manusia.
Di
dunia kedokteran, keteledoran juga bikin berabe. Sebagai contoh, pada 1997,
seorang pasien bernama Koesniati Koesnin meninggal dunia akibat sebuah gunting
tertinggal di rahim pascaoperasi kanker rahim. Kalau lupa gunting ketinggalan
di kantor, sih, nggak apa-apa. Ini ketinggalan di perut orang, Man!
Wah, ini, sih, keter-laluan. Kasus seperti ini di dunia kedokteran sering
disebut malapraktik.
Kasus
malapraktik ini kembali rame dibicarain orang setelah Sukma Ayu, putri
Nani Wijawa, meninggal dengan dugaan malapraktik. Pada 2004, kasus malapraktitk
di Indonesia setidaknya sudah memakan korban 20 pasien. Berarti, paling nggak,
20 orang menderita gara-gara keteledoran dokter.
Di Jakarta, keteledoran
seorang nenek menyebabkan rumah dua RT habis dilalap api. Si nenek yang sedang
ma-sak meninggalkan kompor yang terus menyala dan malah asyik ngobrol
dengan anaknya. Akibatnya, kompornya
Kalau kita sebut
satu per satu, ada
jutaan kasus
di muka
bumi ini yang
memilukan hanya
gara-gara keteledor-an.
Sebetulnya,
se-mua itu
nggak perlu terjadi
kalau kita tahu
betul potensi kita
berbuat salah dan kita
segera
mengantisipasinya.
mleduk dan membakar sekitar 120 rumah, termasuk si nenek.
Sementara di Kalimantan, para penjaga tambang minyak yang asyik nonton
piala dunia menyebabkan kebocoran minyak terus merembes hingga mencemari tanah
orang sedesa.
Kalau kita sebut satu per satu, ada jutaan kasus
di muka bumi ini yang memilukan hanya gara-gara keteledoran. Sebetulnya, semua
itu nggak perlu terjadi kalau kita tahu betul potensi kita berbuat salah
dan kita segera mengantisi-pasinya.
THOMAS ALFA EDISON 1.500 KALI SALAH
Kadang-kadang, kebenaran baru
kita dapat setelah melalui 1.500 kesalahan. Apakah angka 1.500 nggak
terlalu banyak untuk melakukan kesalahan? Nggak! Tanya aja Thomas
Alfa Edison!
Sebelum Edison menemukan
bohlam, dia melakukan 1.500 percobaan dan semuanya gagal. Tetapi, 1.500
kesalahan itulah yang menjadi jembatan penemuan bahan yang tepat untuk filamen
pada bola lampu temuannya.
Dengan semangat ilmuwan nomor
wahid, Thomas Alfa Edison melalui satu, dua, hingga 1.500 alternatif bahan yang
akan dipergunakan untuk filamennya. Hingga bahan yang ke-1.500, nggak
ada satu pun yang cocok. Tetapi, dari 1.500 bahan yang salah itulah, dia
mengetahui satu bahan lain yang cocok untuk bohlamnya. Nah, dari 1.500
kesalahan, dia mengetahui satu kebenaran.
Bayangkan,
jika kamu yang melakukan percobaan itu, mungkin ketika menemukan bahan ketiga,
keempat, kelima, dan ternyata masih salah, dijamin langsung angkat tangan dan
mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Tetapi, Edison nggak. Dia
yakin, setiap kesalahan mengan-tarkannya pada pengetahuan yang baru. Setiap
kali mengetahui suatu bahan nggak cocok untuk dijadikan filamennya, dia
mengetahui satu hal dan dia nggak akan mengulangi kesalahan itu.
Menghadapi kesalahan itu
memang memerlukan keberanian. Keberanian untuk terus mencoba, keberanian untuk
gagal, keberanian untuk mempertahankan mental.
Itulah yang sering kita sebut
trial and error: Mencoba dan salah, mencoba dan salah, mencoba dan
salah, terus begitu hingga percobaan kita menemukan suatu kebenaran. Ketika
ditanya tentang 1.500 kesalahan yang dia buat, Edison mengatakan, “Kini, kita
tahu ada 1.500 filamen yang nggak cocok untuk bohlam temuanku.”
Edison sang genius nggak
pernah takut menghadapi kesalahan. Dia nggak merasa kesalahan yang dia
lakukan akan mengurangi reputasinya. Malahan, Edison merasa berutang banyak pada
kesalahan. Kesalahanlah yang mengantarkan dia pada berbagai penemuan
spektakuler. Ayo, apa kamu berani salah kayak Edison?
Menghadapi kesa-lahan
itu memang memerlukan
kebe-ranian. Keberanian
untuk terus mencoba,
keberanian untuk gagal,
keberanian
untuk
memper-tahankan mental.
Itulah yang sering
kita sebut trial and error.
PERFEKSIONIS! BERDAMAILAH DENGAN
KESALAHAN
Kesalahan adalah musuh para
perfeksionis. Mungkin, kamu pernah punya teman yang perfeksionis. Saya juga
dulu punya. Sebut saja namanya Jaim (memang orang-orang perfeksionis selalu
bersikap jaim alias jaga image).
Jaim selalu tampil dendi.
Lipatan tajam bekas setrikaan pada celana terlihat jelas. Golf rambut rapi dan
kokoh di-topang minyak rambut. Gerak-geriknya selalu diperhitung-kan sebab kaum
perfeksionis nggak akan pernah rela terlihat bodoh. Dia nggak
bakal bisa menoleransi dirinya berbuat salah. Gaya berbicara dan isi
pembicaraan diatur dengan sangat hati-hati sebab penolakan adalah hal lain yang
sangat dia takuti. Kesalahan kecil yang dilakukan bisa menyebabkan si
perfeksionis membenci dan mengutuk dirinya dalam waktu yang cukup lama.
Akibatnya, para perfeksionis
selalu mengalami kegeli-sahan, capek, dan sulit istirahat. Perasaan khawatir
dan takut mendominasi pikirannya. Dalam kamus orang-orang perfeksionis, semua
harus sempurna atau terlihat sempurna. Meskipun, semua tahu—termasuk si
perfeksionis nggak ada manusia yang sempurna, nggak
ada gading yang nggak retak.
Jika sindrom perfeksionis
kayak gini hinggap pada orangtua, guru, atau orang-orang yang memiliki
kendali atas diri kita, wah, bisa rumit kejadiannya. Dia nggak akan
pernah mengizinkan kamu untuk berbuat salah. Setiap kesalahan kecil akan dia
sejajarkan dengan petaka yang besar. Akibatnya, orang-orang perfeksionis akan
mudah memberikan hukuman dan memvonis orang lain.
Orang-orang
perfeksionis punya kecenderungan untuk melihat segala sesuatu dengan
standarnya. Akibatnya, dia hanya memiliki porsi yang sangat kecil untuk
memberikan toleransi terhadap orang lain.
Jika
kamu seorang perfeksionis, cobalah mengubah dirimu dengan beberapa usaha.
Cobalah memberi izin kepada dirimu sendiri untuk melakukan kesalahan tiga kali
dalam sehari. Memang, awalnya, sih, kamu bakal merasa aneh. Tapi, yakinlah, hal
itu akan memberikan perspektif yang berbeda tentang kesalahan, sekaligus
tentang respons diri kamu terhadap kesalahan itu.
Cobalah
membuat daftar tentang kelemahan yang ka-mu miliki. Sesekali, ceritakan
kelemahan dan keterbatas-anmu kepada teman-temanmu. Mungkin, ini berat bagimu.
Sebab bagi perfeksionis, kelemahan haruslah disembunyikan dari orang lain.
Namun,
dengan menceritakan itu, beban kamu untuk berbuat salah semakin kecil.
Belajarlah memahami kesalahan orang lain dengan melihat latar belakangnya.
Cobalah untuk nggak segera memvonis temanmu yang melakukan kesalahan. Selidiki
apa yang ada di balik kesalahan yang mereka lakukan. Mungkin, kamu akan lebih
bijak menyikapinya.
Hal
yang paling penting, cobalah sadari lagi bahwa kamu juga manusia yang
kadang-kadang berbuat salah. Jika usaha-usaha ini sudah kamu coba, mungkin kamu
akan lebih ringan menghadapi kehidupan yang penuh dengan trial and error.
Kamu akan lebih punya ruang yang luas untuk melakukan petualangan hidup tanpa
dihantui rasa takut untuk berbuat salah.
JADI SERBA SALAH
Benar kata Einstein, orang
yang takut salah, nggak bakal menemukan hal yang baru. Lebih buruk dari
itu, orang yang takut salah bakalan kecapekan mengikuti keinginan orang lain
kayak cerita berikut ini ....
Ceritanya
bermula ketika Lukman Hakim melintasi suatu kota bersama anaknya dengan membawa
seekor keledai.
Lukman
menaiki keledai itu berdua. Ketika melin-tas suatu kota, orang-orang di sana
bilang, “Ih, orang itu nggak punya rasa
perikehewanan, deh. Masa, keledai kecil gitu ditunggangi dua orang?”
Lukman mendengar komentar itu. Dia pun turun dari
keledainya. Kini, hanya anaknya yang duduk di atas keledai itu.
Ketika melintas suatu kota, orang-orang di sana
berkomentar, “Ih, anak itu nggak tahu diri. Masa, bapaknya yang sudah tua gitu
dibiarin jalan, semen-tara anaknya malah enak-enakan duduk di atas keledai?”
Menanggapi komentar itu, Lukman berganti posisi.
Sekarang, giliran Lukman yang duduk di atas keledai, sedangkan anaknya yang
menuntun kele-dai.
Ketika
melewati kota, orang-orang berkomentar, “Bapak itu tega banget, sih. Masa,
anaknya yang masih kecil disuruh menuntun keledai, sedangkan bapaknya malah
enak duduk di atas keledai?”
Lukman pun mengubah posisi. Sekarang, Lukman dan
anaknya berjalan, membiarkan si keledai berjalan tanpa beban.
Tapi … tetep aja orang-orang berkomentar, “Itu bapak
dan anak tolol banget, sih. Punya keledai dibiarin jalan tanpa muatan,
malah capek-capek jalan kaki.”
Pusiiing …! Ini dikomentarin, itu dikomentarin.
Kayaknya, semua keputusan salah.
Ya,
itulah penilaian orang. Setiap kepala pasti punya cara menilai yang berbeda.
Kalau selalu ikut penilaian orang, pasti kita kayak Lukman Hakim tadi. Pasti
kamu nggak bakal nyaman. Terus aja melakukan
sesuatu yang benar di mata orang lain, takut salah, atau perasaan
dianggap salah sama orang lain. Kadang-kadang, kita melakukan sesuatu bukan
lagi karena kita yakin sesuatu itu harus kita lakukan, tetapi karena menunggu
persetujuan orang lain.
“Takut
dianggap salah”. Ini dia penyakit berbahaya yang bisa membuat kamu kehilangan
autentisitas atau keaslian diri kamu. Kalau sudah terjangkit penyakit “takut
dianggap salah”, kamu bakal mengorbankan suara hati kamu demi meraih
persetujuan orang lain. Bahaya banget! Soalnya, penyakit kayak gini yang
memproduksi benih-benih sifat penjilat.
Steven
Covey punya analisis bagus buat masalah ini. Kata si Penulis Seven Habits
ini, seseorang melakukan sesuatu karena didorong oleh pusat orientasinya. Ada
orang yang menempatkan keluarga sebagai pusat orienta-sinya. Jenis orang ini
selalu melakukan sesuatu yang disesuaikan dengan keinginan keluarganya. Dia
takut melakukan sesuatu yang bakal mengecewakan atau menghancurkan keluarganya.
Sebaliknya, dia rela melaku-kan apa pun demi keluarganya, sekalipun itu merugikan
orang lain.
Ada
juga jenis orang yang menempatkan uang sebagai pusat orientasinya. Bagi jenis
orang ini, uang adalah energi. Kalau banyak uang, dia terlihat ceria. Kalau
lagi bokek, dia pasti lemas seperti besok mau kiamat. Semua hal yang berkaitan
dengan menghasilkan uang akan membuatnya bergairah.
Selain
itu, ada juga jenis orang yang menempatkan agama sebagai pusat. Dia rela
melakukan apa pun demi agamanya walaupun dia nggak bener-bener memahami
agamanya. Kalau ada orang yang dianggap mengotori kesucian agamanya, dia rela
mengorbankan dirinya.
Ada
satu jenis orang yang lebih bagus dari semua itu, kata Covey, yaitu orang yang
menempatkan prinsip sebagai pusat orientasinya. Jenis orang ini selalu melakukan
sesuatu bukan berdasarkan pada sesuatu yang berada di luar dirinya. Dia nggak
melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan persetujuan dari keluarga, teman,
musuh, atau agama sekalipun. Dia melakukan sesuatu karena dia yakin bahwa
sesuatu itu sesuai dengan prinsip yang dia yakini. Orang yang memusatkan
hidupnya pada prinsip, berarti sudah menciptakan fondasi yang kokoh untuk
menjalani hidupnya.
Seandainya
Steven Covey bertemu dengan Lukman Hakim, pasti dia akan berkata, “Selama kamu
menjadikan persepsi orang lain, di luar diri kamu, kamu nggak bakalan
nyaman.”
Cobalah
tanya pada diri kita tentang pilihan kita, lalu peganglah pilihan itu. Apa pun
yang orang lain katakan, percaya pada prinsip yang telah kamu pilih akan
membuat kamu jauh lebih nyaman.
Saya
jadi ingat sama lagu Sting yang judulnya English-man in New York.
Lagu itu bercerita tentang seorang Inggris yang merasa asing di Negeri
Paman Sam. Di ujung refrain lagu itu, Sting bilang, Be yourself
no matter what they say!
Oke,
sekarang, lakukan semua yang menurut kamu benar! Orang lain memang perlu didengerin,
tapi belum tentu harus diikutin. Kalau menurut orang lain itu salah,
jangan dulu percaya. Tanyalah kata hatimu, tanya prinsip-mu. Begitulah cara
para pahlawan menjalani hidupnya. Mereka adalah orang-orang yang sering
dianggap salah karena teguh memegang prinsipnya.
Cara kerja mereka nggak
dipengaruhi oleh pandangan orang-orang di sekelilingnya. Mereka lebih percaya
pada kata hatinya. Masalah nanti ternyata keputusan kamu salah, itu hal yang
lain. Setidaknya, kamu sudah melakukan sesuatu yang sesuai dengan prinsip kamu.
ASAL JANGAN SALAH MERENCANAKAN
Salah
merencanakan, berarti merencanakan untuk salah. Hei, teruslah berbuat salah sampe
kamu bisa melihat bahwa beberapa jengkal dari kubangan kesalahan itu terdapat
taman kebenaran! Eh, tapi … tetep pake ini, ya,
(otak, red.).
Iya,
jangan bikin salah dengan cara bodoh kayak perampok yang beraksi pada 3
Februari 1990 di Kota Washington. Perampok amatir ini beraksi di toko H&J
Leather & Firearms, sebuah toko senjata!
Saat
itu, kebetulan toko itu lagi dipenuhi para calon pembeli yang lagi milih-milih
senjata buat berburu. Ada yang lagi menimang-nimang sambil ngeker. Ya,
layaknya sebuah tokolah!
Dengan polos, si perampok itu
masuk lewat pintu depan. Padahal, di sana nongkrong mobil patroli polisi
dan si polisi patroli tersebut sedang minum kopi di sudut toko. Bak koboi sok
jagoan, si perampok langsung masuk toko tersebut sambil berteriak, “Angkat
tangan!” kepada polisi itu sambil menarik pelatuk pistolnya, “Dor!”. Untung,
polisi itu menghindar dan membalasnya dengan tembak-an. Tanpa dikomando, para calon
pembeli dan petugas toko langsung menarik pelatuk juga. “Dor! Dor!” Suara
tembakan terdengar berkali-kali dan si perampok pun mati tersungkur seperti
sebuah boneka yang dijadikan latihan tembak oleh para calon pembeli senjata
yang sedang menimang-nimang senjatanya. Gimana? Pernahkah kamu mendengar kisah peram-pokan yang lebih bodoh
daripada cerita ini? Karena itulah, perampok tersebut mendapat penghargaan
sebagai nominasi pemenang Charles Darwin Award.
Penghargaan
itu diberikan kepada orang yang berhasil membunuh dirinya sendiri dengan cara
yang sangat bodoh. Penghargaan itu memang bersifat satire alias nyindir Charles
Darwin, si Bapak Evolusi itu.
Pasti kamu tahu, kan, Darwin
berpendapat bahwa penghuni bumi yang lemah akan tersingkir dan musnah, serta
akan mempersilakan gen yang lebih kuat untuk terus hidup dan bertahan. Maka,
kepunahan makhluk yang lemah itulah yang membuat kehidupan si kuat terus
lestari.
Karena
itulah, panitia Charles Darwin Award menjelas-kan tentang penghargaan ini
dengan, “Named in honor of Charles Darwin, the father of evolution,
Darwin Awards commemorate those who improve our gene pool by re-moving
themselves from it.”
Kesalahan boleh dilakukan
setelah kita melakukan perhitungan yang matang. Tidak ceroboh kayak si perampok
dalam cerita tadi. Kesalahan hanya sebuah kebetulan yang benar-benar di luar
perhitungan kita. Sesederhana apa pun, sebetulnya kita bisa tahu apa yang
terjadi dari apa yang akan kita lakukan. Saya yakin, kalau jadi perampok (Ih …
amit-amit!) di cerita tadi, pasti kamu nggak bakal ngerampok toko
senjata, kan? Pasti kamu akan memilih warung nasi atau apa gitu
yang nggak bakal membahayakan. Kalaupun ternyata di sana nanti ada
polisi yang lagi makan siang dan ternyata kamu kena tembak timah panas yang
disemburkan pistol polisi itu, jelas itu di luar dugaan kita. Setidaknya, sasaran
kamu lebih baik daripada perampok di Washington tadi walaupun hasilnya sama.
Simpelnya,
dari cerita tadi, saya cuma ingin menyam-paikan bahwa perencanaan yang benar
bisa memperkecil peluang terjadinya kesalahan.
PAMER JADI MASKER
Kalau suatu hari kamu jalan-jalan
di Afrika, jangan aneh kalau tiba-tiba melihat orang menggunakan pembalut
wanita untuk melindungi wajah mereka dari debu yang menderu-deru. Kamu nggak
usah memperingatkan mereka dengan, “Hei, itu pembalut wanita. Bukan masker!”
Kalau kamu berteriak seperti
itu, paling-paling mereka cuma jawab, “Mau pembalut, mau masker, yang penting
kami terlindung dari debu.” Hayooo ... mau apa? Kejadian ini memang
sungguh-sungguh terjadi di Afrika.
Tahu
nggak, kesalahan orang Afrika mempersepsi pembalut wanita, ternyata
sangat menguntungkan produsen pembalut wanita di Amerika yang mengekspor
produknya ke Afrika! Gara-gara kesalahan ini, sebuah produsen pembalut wanita
Negeri Paman Sam sangat surprise akibat omsetnya di Afrika ternyata
melonjak lebih tinggi dan melebihi terget. Kesalahan
seperti itu juga terjadi pada produk sikat gigi. Sebuah produsen sikat gigi di
Asia mengalami lonjakan penjualan. Setelah diselidiki, ternyata produk sikat
gigi itu laris diborong para gerilyawan Vietkong bukan demi me-mutihkan gigi,
tetapi sebagai alat pembersih senapan. Glek!
Teman
saya pernah dianggap salah oleh guru karena dia berbeda. Dalam suatu ujian ada
soal begini, “Para tamu duduk di atas ....” Teman saya itu menulis “tikar”. Bu
Guru yang taat kepada kurikulum dan kunci jawaban—yang telah digariskan oleh
Dinas P dan K—menganggap jawaban teman saya itu salah. Seharusnya, soal itu
dijawab dengan “kursi”. Kata Bu Guru, tamu itu seharusnya duduk di atas kursi.
Bu Guru nggak tahu kalau di rumah teman saya itu nggak ada kursi.
Keluarganya biasa menerima tamu di atas hamparan tikar. Tetapi, si Bu Guru nggak
mau tahu. Tamu itu duduk di atas kursi. Ya, uwiiis. Yang waras ngalah
....
Huh,
itulah kenyataan yang sering kita hadapi. Kamu juga sering, kan, disalahkan
hanya karena perbedaan persepsi. Atau, kamu pernah menyalahkan teman karena dia
memiliki pemikiran yang berbeda.
Jika saya bertanya apa
kegunaan pulpen dan saya menjawab untuk garuk kepala waktu gatal, kira-kira
salah nggak? Kalau menurut saya, sih, nggak salah. Memang waktu
gatal, enak banget digaruk sama pulpen. Apa lagi, kalau yang gatal itu berada
di titik ordinat yang sulit dijangkau oleh tangan yang nggak begitu
panjang.
Please ... mari kita lebih bijak dalam melihat sesuatu. Jangan
gampang memvonis itu salah ... ini salah ... hanya gara-gara cara pandang kita
yang sempit dan nggak mau terima perbedaan.
Kadang-kadang, sesuatu bisa
dipandang dan dipersepsi dari ribuan sudut yang berbeda. Dan yang pasti, cara
kita memandang kadang begitu jauh berbeda dari cara yang dipake orang
lain. Cara pandang orang lain sering sama sekali nggak terduga
oleh kita, seperti orang Afrika yang pake masker pembalut itu. Bahkan,
dalam kasus pembalut itu, kesalahan atau perbedaan melihat kesalahan itu
bisa jadi uang. Ngomong-ngomong masalah uang, jadi ingat sama Artur Fry
yang jadi kaya gara-gara kesalahan. Mau tahu ceritanya, baca aja tulisan
berikutnya ....
MENGUBAH KESALAHAN JADI UANG
Jika kamu melihat seorang
teman berbuat salah, tahan-lah dirimu untuk nggak memvonis atau
menyalahkan. Cobalah cari sisi lain dari kesalahan itu! Jangan-jangan, ada
sesuatu yang bisa kamu petik dari kesalahan tersebut. Bahkan, Arthur Fry bisa
mendapatkan uang yang melim-pah dari kesalahan teman kerjanya.
Ceritanya
dimulai pada 1970 ketika Spencer Silver sedang melakukan penelitian di
laboratorium kerjanya pada perusahaan 3M, sebuah industri kimia yang
meng-hasilkan berbagai jenis lem dan alat perekat. Silver ditugaskan untuk
meramu formula lem jempolan yang daya rekatnya kuat abis. Eeeh ..., apa mau dikata.
Ternyata, hasil ramuannya jauh dari apa yang direncana-kan. Lem racikan Silver
malah memiliki daya tempel yang sangat payah. Bukan hanya itu, lem itu sangat
sulit kering.
Meskipun lem racikan Silver nggak
dilempar ke tong sampah, nggak ada yang tahu akan diapakan lem tersebut.
Hingga pada Minggu pagi, empat tahun kemudian, suatu peristiwa penting terjadi.
Seorang peneliti 3M rekan kerja Silver bernama Arthur Fry sedang menyanyi di
gereja. Dia membutuhkan kertas-kertas kecil untuk menandai buku nyanyiannya.
Tetapi, dia ingin kertas itu bisa menempel pada buku tersebut sekaligus bisa
dilepaskan lagi tanpa meninggalkan bekas yang merusak kertas tersebut. “Tring!”
Maka, ia teringat pada lem yang empat tahun lalu diracik oleh Silver. Fry hanya
memerlukan sedikit eksperimen untuk menciptakan produk itu sebelum akhirnya
produk yang diberi nama Post-it! Post-it ini dipasarkan oleh perusahaan 3M ke
seluruh penjuru dunia pada 1980.
Kini, kertas Post-it itu bisa
kita temukan menempel di buku-buku, komputer, dan hampir di semua ruang kerja,
kantor, serta rumah-rumah di seluruh dunia. Perusahaan 3M mendapat keuntungan
yang sangat besar dari penjual-an produk ini. Nggak ada yang menduga
kalau sebuah kesalahan bisa menghasilkan uang jutaan dolar dan melahirkan
sebuah benda yang punya fungsi.
Spencer
Silver melakukan kesalahan dan Arthur Fry menemukan sisi lain dari kesalahan
itu. Karena itulah, nama Fry lebih dikenal dan sering disebut-sebut sebagai
pencipta Post-it daripada Silver yang menemukan formula lem itu. Jika kamu diminta memilih,
mau jadi Silver atau Fry? Ssst
... saya beri tahu, kamu bisa menjadi Silver dan Fry sekaligus.
Cobalah buka arsip kesalahan yang pernah kamu
lakukan pada waktu yang telah lewat. Carilah beberapa kesalahan yang sudah kamu
buat, lalu pikirkan apakah ada sisi lain dari kesalahanmu itu? Jangan-jangan,
ada sebuah kesalahan yang kamu buat dan bisa kamu olah menjadi energi baru
untuk menjalani hidup kamu dengan lebih asyik. Oke, selamat mengolah kesalahan!
Jika kamu melihat
seorang teman
berbuat salah,
tahanlah dirimu
untuk nggak memvonis
atau menyalah-kan.
Cobalah
cari sisi
lain dari kesalahan itu!
SI GENTLEMAN BERANI NGAKU SALAH
Waktu masih menjadi penyetir
pemula, saya pernah nabrak mobil Kijang di sebuah antrean macet di Jalan
Buah Batu, Kota Bandung. Sebuah mobil yang melaju kencang dari arah kiri
membuat saya grogi sehingga kaki saya nggak bisa membedakan rem dan gas.
Bagian
depan Accord yang saya kendarai rusak agak parah hingga kapnya tak bisa lagi
ditutup. Lalu, mobil Kijang yang saya tabrak hanya lecet sedikit. Walaupun saya
yang kebagian rusak berat, kesalahan tetep berada pada saya sebagai
pihak yang nabrak.
Mobil
yang saya tabrak menepi, saya pun ikut menepi. Inilah saat yang menegangkan.
Saya harus melakukan sebuah perundingan jalanan. Seperti kamu tahu, di jalanan,
setiap orang harus menyediakan energi yang banyak untuk lebih dulu menyalahkan.
Sebab jika nggak menyalahkan, kitalah yang akan disalahkan.
Sebetulnya,
waktu itu, bisa aja saya menyusun sejumlah alasan agar saya nggak
berada di posisi yang salah. Saya bisa menyalahkan mobil ngebut yang
menyalip dari sisi kiri saya atau menyalahkan si Mobil Kijang yang menge-rem
mendadak.
Jika
hal itu yang saya lakukan, pastilah debat kusir saling menyalahkan akan
terjadi. Dan itulah yang sering terjadi pada setiap kasus di jalanan; nggak
pernah ada yang ngaku salah. Semua merasa benar!
Akan tetapi, saya nggak
ingin berdebat panjang. Saya langsung ngaku salah. Si pemilik mobil
Kijang yang sudah menyediakan enegi besar untuk
menyerang saya, ternyata menjadi lembek setelah mendengar pengakuan dari saya.
Setelah itu, saya tinggal memberikan KTP dan berjanji untuk mengganti
kerugiannya.
Masalah
pun selesai. Nggak ada debat panjang atau saling adu urat. Masalah
dengan pemilik Kijang selesai. Tetapi, saya masih punya satu urusan lagi dengan
pemilik mobil Accord yang saya rusak, yaitu kakak saya.
Saya
membayangkan wajah kakak yang penuh marah melihat mobilnya rusak berat.
Sepertinya, hal itu nggak mampu saya hadapi sehingga terpikir untuk
melakukan tindakan pengecut. Saya berniat akan menyimpan mobil itu dengan
diam-diam di dekat rumah dan saya pergi dari rumah untuk waktu yang lama
sehingga saya nggak bakal kena semprot.
Namun,
saya berpikir lagi. Berapa lama saya bisa menghindar dari kesalahan itu? Ketika
saya keluar dari persembunyian dan pulang ke rumah, masalahnya pasti akan
menjadi makin runyam. Akhirnya, saya memutuskan untuk memilih sikap gentle.
Saya menghadap kakak dan mengaku bersalah.
Sesuai
perkiraan, saya kena marah. Tetapi, itu hanya terjadi beberapa menit karena
kakak saya sadar, berapa lama pun dia marah, nggak bakalan mengubah
mobil yang penyok menjadi mulus kembali.
Ketakutan
yang berlebihan sebelum mengakui kesalah-an ternyata nggak seluruhnya
terbukti. Justru ada rasa plong yang dirasakan ketika kita sudah berani
mengakui kesalahan kita. Pasti kamu juga pernah
mengalami situasi kayak gini— ketika kamu melakukan kesalahan dan
dihadapkan pada dua pilihan, ngaku salah atau menyusun sejuta alasan dan
menciptakan kambing hitam. Misalnya, ketika nilai ujian kamu jeblok, mungkin
kamu lebih suka melempar kesalahan pada guru, “Gurunya, sih, killer.
Jadi nggak semangat, deh, belajarnya.”
Memang, sih, lebih gampang
mengarahkan telunjuk pada orang lain daripada mengaku salah dan
memperba-ikinya. Tapi, percaya, deh, sikap pengecut kayak gitu cuma menambah penyakit dan nggak
pernah membuat kita menjadi feel better.
Kalau
kamu mau belajar mengaku kesalahan, cobalah becermin pada sikap para samurai
Jepang yang akan saya ceritakan di tulisan berikut .…
Ngaku salah nggak semudah
melakukan kesalahan. Ada rasa takut dihukum, takut didepak dari
pekerjaan, atau takut kehilangan reputasi diri. Para pengecut bisa melaku-kan
seribu kesalahan dalam sehari, tapi cuma para gentle-man yang bisa
mengakui kesalahannya.
Cobalah
kita tengok semangat kaum Samurai yang diwariskan dalam budaya Jepang. Orang
Jepang rela melepaskan jabatan sebagai pengakuan dan penebusan atas kesalahan
yang mereka buat. Bukan cuma melepaskan jabatan, mereka juga rela merobek
perutnya dengan sebuah samurai dalam ritual seppuku untuk menebus kesalahan
yang mereka buat.
Mungkin, kamu pernah
mendengar berita pengundur-an diri Menteri Perhubungan Jepang setelah
terjadinya kecelakaan pesawat terbang Japan Air Lines. Atau, kamu pernah
membaca berita bunuh diri presiden direktur suatu perusahaan Jepang menyusul
kebangkrutan perusahaan yang dipimpinnya. Yang lebih dahsyat lagi, pada Perang Dunia II, sepasukan tentara
Kerajaan Jepang melakukan bunuh diri massal karena kekalahan negaranya dalam
perang tersebut.
Bunuh
diri? Iiih ... kedengarannya mengerikan dan terlalu berlebihan untuk menebus
sebuah kesalahan. Bukankah setiap orang bisa melakukan kesalahan? Bukan-kah
kecelakaan pesawat bisa terjadi di mana aja dan menimpa siapa pun
sehingga sang pemimpin nggak usah, deh, merasa terlalu bersalah?
Bukankah kalah perang merupakan sesuatu yang wajar dalam sebuah medan
pertempuran sehingga nggak usahlah bunuh diri segala? Kita bisa memahami
tradisi harakiri ini jika mau sedikit melihat lebih dalam pikiran
mereka.
Orang
Jepang punya kesetiaan yang tinggi terhadap tanah air. Mereka merasa bahwa
hidup hanya layak dilanjutkan jika memberikan sesuatu yang baik untuk tanah
airnya. Jika nggak berguna bahkan merugikan, mereka nggak akan
mengizinkan dirinya tetep hidup di atas dunia ini.
Di
mata mereka, kehormatan adalah satu-satunya tiket untuk tetep hidup di
atas dunia ini. Jika telah kehilangan kehormatan itu, mereka harus segera say
goodbye pada dunia ini. Bunuh diri semacam itu oleh para psikolog disebut
bunuh diri altruistis, yaitu bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan. Jadi,
bunuh diri itu cuma cara. Yang harus kita tiru adalah spiritnya, ok?
Sikap gentleman kayak gitu
juga sudah banyak dilaku-kan di negara-negara maju yang mengedepankan nilai
keterbukaan dan clean government, contohnya di Inggris. Menteri Dalam Negeri Inggris,
David Blunkett, rela meletakkan jabatannya setelah terjerat kasus yang agak
sepele.
Ceritanya berawal ketika
Blunkett mengirim e-mail ke Home Office, departemen yang mengurus visa,
dengan maksud agar permohonan visa bagi Nanny atau pengasuh anak yang
dipekerjakan pacarnya bisa diproses lebih cepat. Walaupun dalam e-mail
itu ia menekankan jangan sampe ada perlakuan istimewa, publik Inggris tetep
menuduh Blunkett telah menyalahgunakan wewenangnya untuk ke-pentingan pribadi.
Akhirnya, Blunkett mengakui kesalahan-nya yang disusul dengan pengunduran
dirinya dari jabatan menteri dalam negeri. Yang gini, nih, gentleman!
Sikap
gentle bukan aja dilakukan oleh perorangan. Di Amerika, sebuah
surat kabar harian bergengsi nggak malu mengakui kesalahannya secara
terbuka. Surat kabar New York Post menyatakan menyesal telah ikut
memberitakan berita-berita yang mendukung agresi Amerika ke Irak
beberapa tahun lalu.
Setelah perang Irak usai yang
ditandai oleh kejatuhan Saddam dan tuduhan adanya senjata pemusnah massal sama
sekali nggak terbukti, mereka langsung sadar bahwa pemberitaan mereka
telah terjebak dalam propaganda Bush. Maka, dengan gentle, mereka mengakui
kesalahan-nya tanpa takut reputasinya sebagai media kelas wahid hancur.
Sebaliknya, masyarakat malah memuji sikap itu karena mata publik lebih melihat
sisi positif dari sikap jantan New York Post dan mungkin memaklumi
kesalahan yang sempat diperbuatnya.
Berani
mengakui kesalahan adalah sikap yang harus kamu pilih. Sikap itu nggak
bakalan membuat muka kamu tercoreng gara-gara kesalahan yang kamu buat.
Sebalik-nya, sikap itu bakal membuat kamu lebih terhormat karena keberanianmu
mengakuinya. Lihatlah para samu-rai, orang pasti lebih terkesan oleh keberanian
mereka mengakui kesalahannya daripada kesalahan yang mereka akui. Begitu juga
nasib New York Post. Pasti surat kabar itu bakal dikenang sikap fair-nya
daripada berita-berita kelirunya. Eits
... tapi, setelah kamu berani ngaku salah, masih ada hal yang harus kamu
lakukan, yaitu meminta maaf dan memperbaiki kesalahan itu. Semua itu bakal kita
bahas pada bab selanjutnya.
HOT LINE ; TERIMA TELEFON 24 JAM
Setiap kali kita melakukan
kesalahan, pasti ada rasa bersalah dan penyesalan yang menyebabkan timbulnya
dorongan besar untuk mengakuinya. Lalu, yang kita cari pastilah sosok yang bisa
mendengarkan pengakuan kita tanpa sikap menghakimi apalagi menghukum.
Kadang-kadang,
ortu atau guru kita bukanlah orang yang tepat. Mereka kadang nggak mau
mengerti kesalahan kita. Mereka lebih sering menghakimi dan menghukum (tapi nggak
semua ortu dan guru, sih). Kadang, teman kita lebih sering menjadi tempat
curhat yang lebih nyaman. Kalau sering menjadi tempat curhat teman-temanmu,
kamu harus bangga. Itu artinya, kamu dianggap tempat yang nyaman bagi mereka
untuk mengungkapkan rahasia.
Rasul
kita juga selalu menjadi tempat yang nyaman untuk curhat. Orang-orang nggak
segan membuka rahasia dan mengakui kesalahannya di hadapan Rasul sebab mereka
percaya bahwa Rasul bersedia mendengar
tanpa cepat menghukum.
Bahkan, dia selalu membesarkan hati orang-orang yang berbuat salah dan memberi
semangat untuk memperbaikinya.
Suatu hari, Rasul pernah
didatangi sahabat yang mengaku bahwa dia sudah berzina. Orang itu minta dihukum
rajam. Rasul nggak segera percaya. Dia meminta orang itu untuk
mendatangkan empat orang saksi untuk mendukung pernyataannya. Jelas aja
si sahabat itu nggak bisa ngedatengin empat orang saksi. Lha
wong dia berzina dengan sembunyi-sembunyi, nggak
ada yang nonton, apalagi empat orang. Rasul nggak mau menjatuhkan
hukuman kepada orang itu karena nggak ada saksi yang jelas.
Namun,
si sahabat itu tetep keukeuh ingin dihukum karena ia telah benar-benar
melakukan zina. Dia sendirilah saksi sekaligus pelakunya. Rasul malah meragukan
perbuat-annya. “Mungkin, kamu cuma berciuman, nggak sampe zina.” “Nggak
Rasul, aku zina beneran.” Perdebatan itu terus berlangsung. Si sahabat tetep
pengin dirajam, sementara Rasul terus bertahan dengan praduga nggak
bersalah. Singkat cerita, karena si sahabat itu yakin dengan perbuatannya,
dengan berat hati, Rasul menjalankan hukuman itu.
Pada
kesempatan lain, ada perempuan yang ngaku zina juga. Ini buktinya lebih
autentik. Di perutnya, ada jabang bayi hasil perbuatan laknat itu. Si perempuan
itu ingin dihukum seperti hukuman yang ditimpakan pada sahabat sebelumnya.
Tapi, Rasul bersikap sama. Dia berpegang pada praduga tak bersalah. Tawar-menawar
pun terjadi seperti dengan sahabat terdahulu. Hingga akhirnya, Rasul pun
memutuskan, “Baik, Ibu bakal dihukum. Tapi, hukuman itu akan dilaksanakan
setelah Ibu melahirkan bayi itu dan membesarkannya.”
Mana ada zaman sekarang orang
yang bersikap kukuh mengakui dosanya sambil ingin dihukum berat kayak gitu.
Yang ada sekarang ini malah sebaliknya. Para penjahat menyewa para pengacara
agar bisa terbebas dari tuntutan. Bahkan, dengan duitnya yang seabrek, mereka
berusaha menuntut balik. Akhirnya,
mana yang bener dan mana yang salah jadi nggak jelas.
NGAKU SALAH MALAH DAPET HADIAH
Please! Nggak usah takut mengakui
kesalahan. Siapa tahu, kamu bakal dapet hadiah seperti pemuda
dalam kisah yang akan saya ceritakan ini.
Alkisah, ada seorang pemuda saleh yang sedang
kelaparan. Ketika menyusuri sungai, tiba-tiba dia menemukan sebiji jambu
mengapung di sungai. Tanpa pikir panjang, jambu itu langsung dia sikat.
Dalam waktu singkat, jambu itu habis dia lahap dan
perutnya pun terselamatkan dari bahaya kela-paran. Tapi, saat itu pula, dia
langsung dikejutkan oleh sebuah pikiran: dia telah makan jambu tanpa izin
pemiliknya. Pikiran itu membuatnya betul-betul gelisah. Dia telah menyelamatkan
perutnya dari kelaparan, tetapi dia telah menjerumuskan dirinya pada perbuatan
hina: memakan buah jambu yang bukan haknya.
Si pemuda akhirnya memutuskan untuk menyu-suri
sungai hingga menemukan pemilik jambu itu. Di hulu sungai, dia menemukan pohon
jambu dan sebuah rumah. Si pemuda langsung menemui seorang kakek yang terlihat berada di
kebun itu. Setelah mengu-capkan salam, pemuda itu langsung mengutarakan
maksudnya.
“Wahai kakek, saya datang ke
sini mau minta maaf. Saya tadi memakan jambu dari pohon Anda yang hanyut di
sungai. Saya akan berterima kasih kalau Anda merelakan jambu yang sudah saya
ma-kan itu. Tapi, kalau Anda nggak rela, saya siap
mene-rima hukuman apa pun yang Anda kehendaki.”
Apakah si kakek itu merelakannya?
Ternyata, si kakek itu beda dengan Pak Raden yang nggak rela jambunya
dimakan oleh si Unyil dan teman-temannya. Sebagai hukumannya, si pemuda harus
membantu si kakek memelihara kebun selama waktu yang ditentukan.
Bukan hanya itu, kalau tugas itu selesai, si pemuda itu harus
kawin dengan cucu si kakek. Wah, asyik, dong! Eit, tunggu dulu. Menurut si
kakek, cucunya itu nggak bisa melihat, mendengar, bicara, dan berjalan.
Wah! Celaka! Tapi, si pemuda nggak bisa meno-lak sebab dia sudah janji bakal
menerima hukuman apa aja.
Sekian lama si pemuda menjalani hukuman— memelihara kebun jambu
milik si kakek—hingga waktu yang menegangkan itu tiba. Dia akan dini-kahkan
dengan seorang “perempuan cacat” cucu si kakek. Saat
pernikahan itu berlangsung, si pemuda kaget bukan main karena perempuan yang
menjadi mempelai perempuan itu ternyata cantik bukan main. Nggak ada tanda sedikit pun bahwa dia itu memiliki cacat
seperti yang disebutkan si kakek.
Dengan penuh heran, si pemuda bertanya pada si
kakek, “Kek, nggak salah, nih? Katanya, cucu kakek itu nggak bisa
melihat, mendengar, bicara, dan berjalan.”
Dengan tenang, si kakek
menjawab, “Memang benar cucu saya itu nggak bisa melihat,
mendengar, dan bicara hal-hal yang dilarang Allah. Dia juga nggak bisa
melangkahkan kakinya ke tempat yang dilarang. Aku nikahkan cucuku itu
kepada kamu karena aku yakin kamu adalah pemuda yang jujur.”
Wah, asyik banget! Sudah dapet
jambu gratis, dapet juga istri yang cantik. Itu semua hadiah dari
keberanian mengakui kesalahan. Zaman Rasul juga pernah ada yang mengakui
kesalahan malah dapet kurma. Begini ceritanya
...
Pada
bulan puasa. Ada seorang lelaki yang da-tang mengaku telah berbuat dosa karena
melaku-kan hubungan intim dengan istrinya, padahal dia sedang berpuasa. Maka,
Rasul pun memerintahkan dia untuk puasa 40 hari berturut-turut tanpa putus.
Jelas aja si lelaki itu nggak sanggup.
Jangankan 40 hari, yang 30 hari Ramadhan aja nggak kuat. Rasul pun menurunkan kadar hukumannya, “Baik. Kalau begitu, kamu
harus memberi makan fakir miskin sebanyak 40 orang.”
Akan tetapi, si pemuda itu
masih keberatan. “Wah, Rasul, jangankan ngasih
makan fakir miskin, ngasih makan anak-istri aja saya sudah
ngos-ngosan.” Lalu, Rasul memberi alternatif. “Kalau begitu, bagikan
kurma ini kepada fakir miskin di sekitar-mu,” kata Rasul sambil memberi
sekantung kurma. “Rasul, di daerah saya nggak ada orang yang
lebih miskin dari saya,” kata si lelaki itu.
Sambil tersenyum, Rasul berkata, “Sudahlah. Kalau
begitu, pulanglah dan bawa kurma ini untuk kamu makan bersama keluargamu.”
Gila!
Sudah bikin salah, dapet kurma lagi. Gimana nggak bijak,
Rasul kita yang agung itu! Kalau sekarang kita punya pemimpin kayak
Rasul, wah, kayaknya nggak bakalan ada koruptor, deh.
NGGAK USAH DIPAKSA
Ngomong-ngomong masalah mengakui kesalahan,
saya jadi ingat pada satu anekdot. Ceritanya ketika ada mumi yang ditemukan di Mesir
sulit diidentifikasikan usianya. Maka, diundang-lah tiga negara untuk
memecahkan teka-teki ini.
Negara pertama adalah Amerika. Mereka mengi-rimkan
para arkeolog andal. Mereka diberi waktu satu jam untuk mengidentifikasi mumi
itu. Tetapi, hasilnya nihil.
Negara
kedua adalah Rusia. Mereka mengirim-kan arkeolog, paleontolog, sekaligus ahli
huruf hirioglif. Tapi, setelah satu jam mereka diberi kesem-patan melakukan
penelitian, hasilnya sama, gagal.
Terakhir
adalah dari Indonesia. Yang dikirim oleh Indonesia adalah satuan polisi. Hanya
dalam waktu lima menit, mereka sudah keluar dari laboratorium dengan membawa
hasil yang memuaskan. Mereka dapat mengetahui bahwa umur mumi itu tiga ribu
tahun. Jelas aja semua orang berdecak
kagum pada kehebatan orang Indonesia.
Para wartawan bertanya, “Gimana cara orang
Indonesia sehingga bisa mengetahui umur mumi itu?”
Polisi Indonesia menjawab, “Mumi itu saya
interogasi, tangannya saya jepit dengan kaki kursi, dan saya duduk di atasnya.
Kulitnya saya sulut dengan puntung rokok. Akhirnya, dia ngaku kalau dia berumur
300 tahun.”
Pasti kamu tahu maksud anekdot itu, kan? Iya,
begitulah dunia hukum di negeri kita, (mungkin di berbagai negeri lain juga) masih mengandalkan hukum barbar untuk men-cari
kebenaran dan menghukum kesalahan. Makanya, jangan heran kalau di masyarakat nggak
ada sikap berani mengakui kesalahan. Siapa yang berani ngaku salah kalau
para preman siap menghajar orang yang ngaku salah.
Memang,
ngaku salah itu nggak usah dipaksa. Lagi pula, yang kita
bicarakan di sini memang bukan proses ngaku salahnya, tapi lebih pada
kesadaran buat mengakunya. Ngaku salah di depan umum memang bukan hal
yang ringan. Orang yang kentut di tengah keramaian sangat sulit untuk
langsung mengaku. Bukan masalah baunya, melainkan masalah harga diri. Kalau
menemukan kasus kentut kayak gini, kamu bisa menemukan solusinya dari
kisah berikut ini.
Cerita
ini terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab.
Waktu itu, Umar sedang berkumpul bersama kaum
Muslimin di masjid. Tiba-tiba, “TUUUT ...” suara flatus (Flatus bahasa
Latinnya kentut) meme-cah keheningan sambil menebarkan aroma asam sulfur yang
memenuhi ruangan.
Khalifah
Umar, sebagai pemimpin, langsung me-nyuruh orang si empu kentut berdiri dan
langsung mengambil air wudlu kembali. Tetapi, sekian lama ditunggu, nggak ada seorang pun yang berdiri.
Jelas
aja, orang yang kentut nggak berani
berdiri. Reputasinya bakal ambruk gara-gara masalah kentut. Untung aja,
ada seorang sahabat yang
mengusulkan solusi unik untuk
kasus ini. Dia meng-usulkan kepada Umar agar semua orang yang ada di masjid itu
kembali berwudlu dan masalah pun beres. Nggak
ada yang dipermalukan dan semua orang shalat dalam keadaan punya wudlu.
Saya percaya bahwa kamu cukup pintar untuk
meng-ambil inspirasi dari cerita tadi. Oke!
NASRUDIN YANG TOLOL APA KAMU YANG
SALAH
Siapa pun yang lihat Nasrudin
kali ini pasti bakal berteriak, “Tolol banget, sih, kamu!” Gimana nggak tolol. Bayangin aja, dia menggergaji
dahan pohon dan dia melakukannya dalam posisi yang aneh. Dia duduk di pucuk
dahan yang sedang ia gergaji itu! Pas gergaji itu menamatkan potongannya, pasti
si Nasrudin bakal jatuh. GUBRAG!
Tapi,
dasar si Nasrudin, dia nggak menyadari itu,
bahkan ketika ada seseorang yang memperingat-kannya. “Hei Nasrudin, kalau kamu
terus memo-tong dahan itu, pasti kamu bakal terjatuh!” Tapi, si Nasrudin malah
terus asyik menyelesaikan peker-jaannya hingga … “Krekeeek ... GUBRAG!” Benarlah, si Nasrudin jatuh! Setelah itu, si
Nasrudin mencari orang yang memperingatkannya tadi dan berkata, “Hei, ternyata
peringatan kamu tadi benar! Kok, kamu tahu, sih, kalau aku bakal jatuh? Kamu
bisa meramalkan masa depan, ya?” Hmmm … dasar tolol!
Eits, nanti dulu .…
Kamu boleh menganggap
Nasrudin tulalit karena cara berpikir Nasrudin benar-benar aneh dan penuh
kesalahan logika! Masa, dia nggak ngerti kalau duduk di ranting yang dia
potong sendiri bakal membuat dia terjatuh? Ssst … tahu nggak kalau
Nasrudin itu cuma akting, pura-pura tolol biar kamu menyadari,
sebetulnya kamu yang tolol! Ah, masa, sih? Asal kamu tahu aja, Nasrudin
itu sufi besar, lho! Dia itu orang bijak. Tapi, dia menyembunyikan kebijakannya
di balik ketololannya.
Waktu
itu, terlalu banyak orang tolol yang nggak mau dinasihati dengan cara
yang wajar. Dia bisa kehilangan kepala kalau berani-berani menasihati orang
terhormat yang sok pintar. Makanya, dia menasihati orang lain dengan
ketololannya. Dia melakukan kesalahan, ketololan, untuk menyindir. Dia ingin
menunjukkan bahwa kita juga sering melakukan ketololan yang sama, tapi kita nggak
sadar.
Nggak percaya?!
Coba, deh, pikirkan. Sering
banget kita melakukan hal-hal yang membahayakan diri kita. Misalnya, waktu
ujian, kita nyontek. Waktu ada teman yang memperingatkan, kita tetep aja
asyik nyotek tanpa sadar sebetulnya kita sedang menggergaji ranting
tempat kita berpijak sehingga suatu saat kita bakal benar-benar jatuh.
Mungkin, suatu ketika kamu
ketemu lagi sama orang yang pernah ngasih nasihat sama kamu itu. Dia
jadi “or-ang”, sedangkan kamu cuma jadi pengangguran (cuma misalnya, lho).
Terus, kamu bilang sama dia, “Eh, ternyata lo bener, ya. Dulu, gue nyontek cuma
nipu diri sendiri. Gue nyesel karena nggak ngedengerin
nasihat elo.”
Kalau
kejadiannya kayak gitu, yang tolol itu bukan Nasrudin, tapi kamu! Ya,
iyalah. Kok, bisa-bisanya baru sadar kalau nyontek itu nggak
benar setelah kamu mengalami akibat buruknya. Padahal, tanpa harus merasakan
akibatnya, pake logika aja, kamu sudah bisa tahu kalau nyontek
itu menipu diri sendiri. Apa kamu harus pegang api dulu biar tahu api itu
panas? Nggak usah, kan?
Itulah
maksud sebenarnya akting dari Nasrudin. Dia cuma mau nyindir kamu! Dia
sengaja melakukan kesalah-an biar kita sadar bahwa kesalahan kayak gitu
ternyata kita lakukan juga.
Ada
cerita lagi tentang Nasrudin yang nggak kalah kocak.
Waktu kehilangan keledai, dia mencari ke sana
kemari. Dia tanyai setiap orang sehingga ada yang bertanya balik, “Memangnya,
kamu simpan di mana, sih, keledai itu?”
“Saya simpan tepat di bawah awan itu,” kata
Nasrudin sambil menunjuk sebuah gumpalan awan di langit. Mendengar
jawaban itu, kamu pasti bilang kalau Nasrudin itu stupid. Kan, awan itu
terus bergerak, mana mungkin bisa jadi patokan. Eh … please, lihat deh,
diri kamu. Kita juga sering, kok, bikin kesalahan mirip dengan akting Nasrudin.
Kita sering menjadikan mobil
kita, keluarga kita, sebagai patokan harga diri kita. Kita jadi sombong karena
kita punya bapak perwira. Kita jadi angkuh karena punya motor baru. Padahal,
bapak kita suatu hari bakal mening-gal. Motor kita suatu hari bakal rusak
sehingga nggak layak lagi jadi kebanggaan. Ya, mirip sama awan yang
terus bergerak, nggak bisa jadi patokan kita. Nah, kalau sudah gitu,
siapa yang lebih tolol, Nasrudin atau kita?
Cara
Nasrudin menunjukkan kesalahan orang lain benar-benar canggih. Dia nggak
membetikkan jarinya sambil menghardik, “Yang kamu lakukan itu salah!” Nggak.
Dia nggak kayak gitu. Dia rela pura-pura tolol untuk
membuat kamu sadar bahwa kamu melakukan kesalahan.
Cara
yang kayak gitu halus banget. Mulanya tertawa, selanjutnya kita sadar.
Bisa kita tiru. Kalau kita mau mengkritik teman kita yang suka kentut di kelas,
misalnya, coba aja kamu berakting kentut di kelas, biar dia tahu kalau
kentut di depan umum itu bukan perbuatan yang asyik buat orang lain.
Cara
kayak gini efektif. Soalnya, banyak orang yang melakukan kesalahan tanpa
dia sadar. Dia nggak sadar betapa sebalnya orang lain dengan
kesalahannya. Tapi, dia merasa asyik-asyik aja dengan kesalahannya. Saya punya teman yang suka ngerokok.
Awalnya, dia sering ngerokok di angkot. Dia nggak sadar kalau nge-rokok
di angkot itu bikin sebel orang lain. Hingga suatu hari, dia
yang lagi sakit kebetulan naik angkot dan di angkot itu ada yang ngerokok.
Saat itulah, dia tahu betapa menyebalkannya melihat orang yang ngerokok
di angkot. Sejak saat itu pula, dia nggak pernah ngerokok lagi di
angkot.
"MAAF" HARUS SELALU READY STOK
Cobalah lihat kamus setiap
bahasa dunia. Pasti di sana selalu ada kata maaf. Kayaknya, nggak ada
satu bahasa pun di dunia yang nggak punya kata maaf. Orang-orang zaman
dulu, yang pertama kali bikin bahasa, pasti sudah menyiapkan kata ini karena
mereka sadar kalau manusia pasti memerlukannya. Seandainya manusia nggak
pernah berbuat salah, pasti kata maaf nggak bakal ada dalam bahasa
manusia. Cuma di kamusnya malaikat yang nggak ada kata maaf. Soalnya,
mereka memang nggak pernah melakukan kesalahan.
Di
dalam bahasa Arab, maaf adalah afwan yang asal katanya dari ‘afa.
Kata ‘afa ini makna dasarnya, sih, sesuatu yang berlebih. Misalnya, kamu
punya baju sepuluh stel, tapi lemari kamu cuma muat 7 stel; nah,
kelebihan baju itu harus kamu berikan. Jadi, kata ‘afa identik dengan
memberikan kelebihan yang kita miliki.
Begitu
juga arti maaf. Kita harus selalu punya stok maaf yang buanyak, yang
selalu siap untuk dibagikan kepada setiap orang yang melakukan kesalahan kepada
kita. Makanya, untuk masalah maaf-memaafkan, nggak ada istilah “tiada
maaf bagimu”.
‘Afa dalam bahasa Arab bisa juga berarti “menghapus-kan”. Biasanya,
kata ‘afa ini dimisalkan dengan jejak kaki di padang pasir yang terhapus
disapu angin atau air, nggak berbekas sama sekali.
Nah, begitu juga sifat maaf.
Kalau kita sudah memafkan kesalahan, nggak usah lagi ada sisa dendam
atau unek- unek di dalam hati. Kalau
mulut sudah memberi maaf, tetapi di hati masih ada sisa dendam atau kesel;
berarti kamu belum memaafkan.
Eh, kalau kita bisa memahami
kata maaf sampe dalam, sebetulnya, maaf ini satu ramuan ajaib yang
membuat hidup kita jadi plong. Kalau sudah jago memaafkan, pasti hati kita
bakalan kinclong. Nggak ada rasa kesal atau dendam. Hidup ini dijamin
cerah sumringah. Ingat nggak lagunya Armand Maulana yang bunyinya kayak gini,
“Seandainya kita bisa saling memaafkan ....”
Kalau nggak bisa
memaafkan kesalahan diri kita dan orang-orang di sekitar kita, berarti kita
memungkiri kemanusiaan kita. Kalau nggak pernah mau memaafkan, sama aja
kamu menganggap diri kamu malaikat yang dikelilingi malaikat lain yang nggak
pernah berbuat salah.
Gini aja deh, kalau masih susah memaafkan, cepetan sadari bahwa
diri kamu dan orang-orang di sekitarmu itu manusia juga, yang nggak
pernah bisa bebas dari salah. Pasti kamu sudah tahu kalau kebanyakan sikap
frustasi berawal dari sikap nggak bisa memaafkan kesalahan.
Banyak
remaja yang terlibat narkoba gara-gara nggak bisa memaafkan kesalahan
ortunya. Dia kesal, trus mengutuk ortunya sekaligus mengutuk hidupnya.
Akhir-nya, dia lari dari kenyataan, lalu masuk ke alam imajinasi narkoba.
untuk menjalin kasih sama
sesama jenis. Kalau kita nggak bisa memaafkan diri kita, kejadiannya
bakal kayak remaja di Jepang yang gampang banget bunuh diri, kayak cerita
berikut ini ....
Kita harus selalu
punya stok maaf
yang buanyak,
yang
selalu siap untuk
dibagikan kepada
setiap orang yang
melakukan kesalahan
kepada kita. Makanya,
untuk masalah maaf-
memaafkan, nggak
ada istilah
“tiada
maaf bagimu”.
PLEASE... FORGIVEME! JANGAN BUNUH DIRI!
Hidup bisa jadi kusut kalau
kita nggak bisa memaafkan kesalahan orang lain atau kesalahan diri
sendiri. Hati kita bakal dipenuhi kutukan, penyesalan, dan rasa dendam. Kalau
sudah gitu, hidup jadi nggak menarik untuk diterusin. Akhirnya,
bunuh diri, deh, kayak anak-anak Jepang.
Kehidupan
di Jepang yang makin ketat membuat orang nggak boleh bikin salah atau
gagal. Sistem sosial di sana nggak memberi peluang buat orang-orang yang
gagal. Jepang cuma buat orang-orang sukses. Setiap orang menekan dirinya
buat mencapai kesuksesan. Akhirnya, orang-orang yang merasa gagal nggak
punya kesempatan untuk memaafkan kegagalannya. Sebagai sanksinya, mereka
menghukum diri dengan pamitan sama dunia ini. Mereka bunuh diri, Man!
Beberapa
waktu lalu, polisi Jepang telah menemukan mayat sembilan remaja yang diyakini
bunuh diri bersama. Tujuh mayat ditemukan di sebuah mobil yang diparkir di
wilayah pinggiran sebelah barat Tokyo, sedangkan dua lainnya ditemukan di
sebuah mobil di selatan ibu kota Jepang itu.
Sumber
informasi adalah seseorang yang menjadi teman kelompok itu. Ia menerima e-mail
yang mem-beritahukan rencana bunuh diri. Mereka tampaknya meninggal karena
keracunan karbon monoksida setelah menyalakan tungku arang di dalam mobil van.
Jenazah dua orang yang diduga
korban bunuh diri, ditemukan di daerah pinggiran Tokyo yang lain pada waktu
yang sama. Polisi yakin, mereka melakukan kontak satu sama lain melalui salah
satu dari belasan situs bunuh diri yang muncul di Jepang beberapa tahun ini.
Situs-situs tersebut
menawarkan saran dan teknik bagi mereka yang ingin merencanakan bunuh diri,
tetapi nggak melakukannya sendiri. Situs-situs itu menjadi media
“janjian” untuk bunuh diri bersama (Jadi, yang bersama itu bukan cuma buka
puasa, bunuh diri juga ada bunuh diri bersama!). Tahun lalu,
angka bunuh diri di Jepang mencapai rekor tertinggi yaitu 34 ribu orang lebih.
Fakta tersebut sudah cukup
kuat buat kamu renungkan. Itulah salah satu dampak dari sikap nggak bisa
memaafkan diri sendiri, ditambah sistem sosial yang nggak bisa menerima
kegagalan. Apa pun alasannya, bunuh diri itu bukan solusi terbaik. Kesalahan
dan kegagalan adalah sahabat kesuksesan dan hidup itu sendiri. Kita masih punya
banyak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan membalas kegagalan. Kalau
orang-orang di sekitar kita nggak bisa menerima kesalahan, kejadiannya
bakal seburuk yang dialami Escobar yang akan saya ceritakan di tulisan
berikutnya ....
"DOR" UNTUK SEBUAH KESALAHAN
Hidup ini memang kejam! Mungkin, begitu kata Andreas de Escobar
jika dia masih sempat mengungkapkan isi hatinya sebelum mengembuskan napasnya
yang terakhir. Andreas Escobar mati muda di usia 24 tahun setelah dua belas
peluru menembus tubuhnya sebagai imbalan dari kesalahan yang betul-betul nggak
disengaja.
Andreas Escobar mencetak gol
bunuh diri ke gawang Columbia dan menyebabkan timnya keok oleh kesebelas-an
Amerika dengan skor 1-2. Mungkin, kalau kamu pecandu bola, pasti ingat
kejadian memilukan pada Piala Dunia 1994 ini.
Semua orang memahami perasaan
suporter Columbia yang kecewa berat akibat tim pujaannya tersisih dari ajang
Piala Dunia 1994. Kita juga masih bisa memaklumi jika se-mua telunjuk tertuju
pada Escobar, sang Biang Kekalahan. Tapi, mari tanya hati nurani kita, apakah
nyawa seorang manusia harus dikorbankan untuk membayar kekecewaan itu?
Kayaknya, itu keterlaluan, deh!
Akan
tetapi, itulah wajah persepakbolaan Columbia yang disokong duit-duit mafia
narkoba. Para cukong dan bandar nggak rela tim yang mereka danai kalah,
apa pun alasannya. Mereka merasa berhak menghukum orang yang mereka anggap
salah. Pada 2 Juli 1994, seorang dari mafia menemui Escobar di sebuah bar di
salah satu Kota Medelin. “DOR! DOR! DOR!”
Sepak bola cuma sebuah
permainan, bisa terjadi ratusan gol indah dan ratusan kesalahan yang nggak
terduga. Tetapi, hidup Escobar, hidup seorang manusia, bukan permainan. Sebuah
kehidupan yang harganya jauh lebih mahal daripada sekadar permainan sepak bola.
Mungkin
aja, Escobar bermain sepak bola untuk mencari kehidupan yang lebih layak
di sebuah negara miskin kayak Columbia. Mungkin aja, keluarganya hidup
dari uang hasil jerih payah Escobar di lapangan.
Kesalahan
Escobar sebagai seorang pemain belakang, nggak ada bedanya dengan
kesalahan seorang penulis yang salah ketik atau koki yang masakannya
terlalu asin— sebuah kesalahan yang wajar dilakukan setiap orang dalam bekerja. Orang
yang menembak Escobar pastilah jenis orang yang nggak biasa menerima
kesalahan orang lain. Jenis orang ini selalu menghendaki orang lain berlaku
seperti yang ia inginkan. Otoriter. Dia sama sekali nggak meng-izinkan
orang lain melakukan kesalahan sedikit pun. Kalau ada orang lain yang coba-coba
bikin salah, dia pasti akan memberikan perhitungan yang jauh lebih dahsyat dari
kadar kesalahan yang dia hukum. Tipe orang kayak gini bisa bahaya banget
kalau jadi guru. Pasti banyak murid yang kena sanksi dan hukuman.
Jenis
orang kayak gitu, di kamusnya cuma ada dua kata: benar atau dihukum.
Kalau kamu nemuin orang kayak gitu, suruh aja dia minggat
dari kehidupan manusia. Suruh dia hidup sama malaikat yang nggak pernah
berbuat salah. Atau, kalau gatel pengin nyalurin hasrat ngehukum
orang, suruh dia pergi ke neraka. Di sana, dia pasti puas ngehukum orang.
Sikap
kita terhadap orang yang berbuat salah seharusnya seperti sikap Maimun bin
Mahram. Dia itu sufi besar yang selalu merasa kasihan terhadap orang yang
berbuat salah. Dia pernah berkata, “Demi Allah, aku rela kulitku digunting,
asalkan tidak ada seorang pun yang berbuat dosa.”
Dia bakal jatuh sakit kalau
mengetahui ada sekelompok orang yang berbuat dosa. Sebaliknya, jika ada orang
bertobat, dia bakal kembali sembuh. Semua itu karena sikap empati yang dalam
banget. Dia tahu pasti, orang yang berbuat salah itu memerlukan kasih sayang.
Mereka perlu bantuan untuk memperbaiki kesalahannya, bukan-nya dihukum.
KATA MAAF PALING MAAF DIDUNIA
Stok maaf seorang ibu itu
punya nilai yang sangat mahal. Kalau kita berbuat salah sama ibu, terus ibu
kita nggak ngasih maafnya sama kita, bisa berabe akibatnya. Si
Malin Kundang anak durhako adalah buktinya. Dia dikutuk jadi batu
gara-gara ibunya nggak maafin anaknya yang jadi tajir, tapi nggak
ngakuin maminya.
Waktu
zaman Nabi juga pernah terjadi peristiwa yang mirip dengan kisah Malin Kundang.
Waktu itu, ada seorang laki-laki yang sedang
meregang nyawa, sekarat. Lama ditunggu, nyawa-nya nggak juga lepas dari
tubuhnya. Para sahabat yang melihat kejadian itu langsung melapor kepada Rasul.
Setelah melihat peristiwa itu, Rasul langsung meminta untuk menghadirkan ibu
dari orang yang sekarat itu.
Setelah hadir di sisi anaknya, ibu itu ditanya,
“Apakah anak itu pernah melakukan kesalahan yang belum Ibu maafkan?”
Si ibu mengiyakan. Anaknya
itu pernah melaku-kan suatu kesalahan dan dia nggak bisa memaafkan kesalahan itu, bahkan dia berjanji nggak bakalan memaafkannya
sampe kapan pun.
Rasul mengerti perasaan si ibu itu, tetapi Rasul
juga mencoba memberi pengertian kepada si ibu. Kalau si ibu nggak kasih maaf, tuh,
anak; si anak bakal terus tersiksa dalam keadaan sekarat. Tahu nggak,
sekarat itu sakit banget. Makanya, orang sekarat selalu terlihat
tersiksa.
Awalnya si ibu keberatan, tapi akhirnya kata maaf
meluncur dari mulutnya. Nggak lama kemudi-an, nyawa anaknya terlepas dengan mudah
dari raganya. Itulah, kata maaf dari ibu begitu berharga sekaligus “berbisa”. So,
don’t try it at home it’s very dangerous!
Tapi inget, suatu
ketika, kalau jadi ortu; kamu juga jangan mentang-mentang punya kekuasaan, lalu
semena-mena menahan kata maaf buat anak kamu. Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, kata maaf itu harus selalu ready stok. Dia siap dibagikan
kapan pun diminta.
Kalau kata maaf itu sudah
diberikan, jangan ada sisa dendam di hati sebab maaf itu seperti angin yang
mengha-puskan jejak kaki di padang pasir—nggak ada bekasnya. Kalau pelit
membagi kata maaf, kamu mestinya malu sama Allah yang begitu murah memberikan
kata maaf-Nya.
ALLAH AJA MAAFIN
Rasul pernah mendengar
pengakuan seorang pemuda yang melakukan perbuatan menjijikkan dan dia nggak
bisa memaafkan perbuatan itu. Tapi, Allah langsung menegur Rasul. Cerita
lengkapnya begini ....
Waktu itu, ketika Rasul ngumpul di masjid, ada
seorang pemuda yang terus menangis di luar masjid. Rasul menyuruh Umar
memanggil pemuda itu. Setelah ditanya tentang masalah yang sedang dia hadapi,
pemuda itu menceritakan sebuah penga-laman yang betul-betul menjijikkan.
Suatu
malam, diam-diam, pemuda itu menggali kuburan seorang wanita. Kemudian, dia
bermaksud menzinai perempuan yang telah menjadi mayat itu. Tetapi, beberapa
saat sebelum dia melakukan niatnya, mayat itu berkata, “Apakah kamu akan
me-lakukan perbuatan hina dan membiarkanku dalam keadaan junub?” Pemuda itu
merasa terguncang. Dia menghentikan niatnya. Setiap kali ingat kejadi-an itu,
dia selalu menangis keras hingga pingsan.
Mendengar cerita pemuda itu, wajah Rasul memerah
dan menghardik pemuda itu, “Pergi Kau! Allah nggak akan memaafkan perbuatanmu.”
Pemuda
itu merasa terpukul. Gimana nggak terpukul,
biasanya Rasul selalu memaafkan orang yang mengakui kesalahan di hadapannya.
Tapi kali ini, Rasul malah menghardiknya. Berarti, perbuatan- nya sangat hina sehingga Rasul pun nggak mau memaafkan.
Dengan sedih, pemuda itu berjalan menyusuri gurun dengan penyesalan yang tetep
bersarang di hatinya.
Setelah kejadian itu, Allah mengutus malaikat
menemui Rasul dan berkata, “Wahai Rasul, apakah kamu yang menciptakan pemuda
itu?”
Rasul menjawab, “Tidak.”
“Apakah kamu yang memberi rezeki pemuda itu?”
“Tidak.”
“Nah, mengapa kamu menghukum pemuda itu? Padahal,
yang berhak menghukum itu Allah?”
Rasul segera sadar bahwa dia telah melakukan hal
yang salah kepada pemuda tadi.
Kadang-kadang,
ortu atau guru kita merasa memiliki kekuasaan untuk menghukum kita karena
kesalahan-kesalahan kecil. Sering kali, kita dengar mereka bilang, “Kamu ini
sudah dikasih uang, dikasih semua kebutuhan, malah nakal. Dasar anak nggak
tahu diri!” Seolah-olah, mereka telah memiliki semua kehidupan kita sehingga
mereka berhak menghukum kita. Padahal, semua yang mereka berikan, itu, kan,
rezeki kita yang dititipkan melalui mereka.
BILA SURGA DAN NERAKA NGGAK PERNAH ADA
Waktu kecil dulu, saya pernah
berpikir, seandainya Allah memberikan teguran langsung jika kita berbuat salah.
Misalnya, setiap kali berbohong, tiba-tiba hidung kita jadi panjang mirip
Pinokio. Atau, tiap kali nyontek, kepala kita benjol.
Kalau
caranya kayak gitu, pasti orang-orang bakalan mikir seribu kali
sebelum ngelakuin kesalahan. Tapi, ternyata Allah nggak
begitu. Dia sudah menentukan hukum kehidupan ini dengan adil. Kita dikasih otak
dan hati biar kita bisa menakar perilaku kita sendiri.
Pertama kali berbohong, pasti
ada rasa bersalah dalam hati kita. Tapi, semakin sering melakukannya, pasti
kita ngerasa biasa-biasa aja. Kata Imam Al-Ghazâlî, hati kita itu
mirip cermin. Setiap kali kita melakukan dosa, pasti bakal ada satu titik yang
menodai cermin itu. Kalau kita terus-terusan melakukan dosa, pasti cermin itu
bakal
dipenuhi titik-titik hitam sampe
kita nggak bisa lagi melihat diri kita di cermin itu. Kita nggak
bisa lagi membedakan mana yang dosa dan mana yang nggak.
Allah juga sudah membuat
aturan main lain. Allah menyiapkan persidangan di akhirat nanti untuk membalas
semua kebaikan dan kesalahan kita. Di sana, data kesalahan kita tercatat rapi
dalam sistem database yang supercanggih. Nggak ada satu pun yang
kelewat, bahkan kesalahan sebesar atom pun ada catatannya. Tapi, jangan takut. Semua itu Allah siapin
agar kita tetep waspada, biar kita selalu inget bahwa kita juga
manusia yang bisa bikin salah.
Oh,
iya, adanya hukuman atas kesalahan itu jangan jadi fokus kamu. Usaha untuk
memperbaiki kesalahanlah yang harus jadi fokus. Kita bisa belajar dari sufi
wanita bernama Rabi’ah Al-Adawiyah yang pernah bilang begini, “Kalau aku
melakukan kebaikan karena ingin surga-Mu, jangan izinkan aku masuk ke surga-Mu.
Kalau aku tidak melaku-kan kesalahan karena takut neraka, masukkanlah aku ke
neraka!”
Kata-kata dari Rabi’ah
Al-Adawiyah itu dalem banget. Rabi’ah ngajarin kita cinta tingkat
tinggi. Dia ngajak kita buat mendasari semua perbuatan itu dengan rasa
cinta, bukan karena ingin balasan atau takut hukuman.
Dari
syair Rabi’ah inilah Ahmad Dani, pentolan grup band Dewa, bikin syair
lagu yang dia nyanyikan bareng sama Chrisye, “Bila surga dan neraka tak
pernah ada, masihkah kau, tunduk kepada-Nya?”
Oke … di bagian terakhir ini,
saya akan mengutip sebuah kata yang dipake tagline di buku Change-nya
Rheinald Kasali. Dia bilang, “Sejauh apa pun kamu sudah melang-kah,
berbaliklah!” Hidup
ini bukan main catur sama Kasparov: sekali memindahkan bidak catur, kita nggak
boleh mengulangi-nya lagi, nggak boleh dikoreksi. Hidup ini juga bukan
jalan tol. Satu arah. Kalau nyasar, kita harus keluar pintu tol
selanjutnya untuk mengulangi langkah.
Sebaliknya,
dalam hidup kita tersedia banyak fasilitas buat memperbaiki langkah. Sebelum say
goodbye sama hidup, kita masih terus bisa memperbaiki langkah. Di komputer aja
selalu tersedia fasilitas undo. Kalau salah ketik, klik, kamu bisa
mengulangi atau kembali ke langkah yang kamu inginkan.
Kalau
pernah bekerja menggunakan photoshop atau program-program berbasis
windows, pasti kamu bisa mengatur berapa kali kamu
bisa menggunakan fasilitas undo. Artinya, jika mengeset 10 undo,
kamu bisa berjalan mundur, mengulang, hingga 10 langkah sebelumnya.
Bahkan, seribu langkah salah yang kamu lakukan bisa menjadi nol dengan hanya satu
langkah. Caranya tinggal tekan Control + Alt + Del.
Kamu
bisa bikin lembar kerja baru dengan Cntrl + n. Setelah itu, kamu bekerja
dalam lembaran kosong lagi, memulai dari awal. Cara kerja itu bukan cuma dalam
komputer. Dalam kehidupan kita pun nggak jauh beda. Kalau nggak
percaya, coba simak kisah dahsyat perem-puan berikut ini ….
Hidup ini bukan
main catur sama
Kasparov: sekali
memindahkan bidak
catur, kita nggak boleh
mengulanginya lagi,
nggak boleh
dikoreksi.
Hidup ini juga bukan
jalan tol. Satu arah.
keluar pintu tol selanjutnya
untuk mengulangi langkah.
Dulu,
ada pelacur yang hampir seluruh hidupnya dia isi dengan menjual diri. Suatu
saat, dia ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Pergilah dia menemui
seorang rahib untuk bertobat.
Namun, di perjalanan, dia kehausan yang dah-syat
di tengah terik padang pasir mencekik lehernya. Untung aja, dia menemukan sebuah
sumber air. Tapi, beberapa saat sebelum air membasahi kerong-kongannya, seekor
anjing kehausan melintas di hadapannya.
Tanpa berpikir panjang, dia memutuskan untuk
memberikan air kepada anjing itu dan membiarkan dirinya kehausan. Hingga di
tengah perjalanan, dia mati kehausan.
Malaikat penjaga surga dan penjaga neraka pun
memperebutkan jiwanya. Malaikat penjaga neraka
Kebaikan di
akhir hayat-nya
yang seke-jap
itu
meng-hapus
semua dosanya
dan dia pun masuk
suga.
mengklaim bahwa perempuan itu
pantas masuk neraka karena perempuan itu penuh dosa. Adapun malaikat penjaga
surga yakin bahwa dia sudah menutup hidupnya dengan baik dan layak masuk ke
surga. Dan keputusannya adalah … Allah memu-tuskan bahwa si perempuan itu masuk
surga!
Saya jadi inget sebuah
hadis yang saya baca di kitab Arbain Nawawi 10 tahun lalu. Dalam kitab
itu ada hadis yang ngejelasin dua jenis jalan hidup. Yang pertama,
sebaliknya, orang yang 99 persen hidupnya jadi orang baik-baik, tapi ketika
beberapa langkah lagi sebelum masuk garis finis dan masuk surga, dia terpeleset
ke dunia gelap dan cerita akhirnya jadi sad ending. Well come to the
hell!
Jalan
hidup yang kedua, hidup seorang pendosa yang 99 persen jatah umurnya
dipenuhi kesalahan. Tapi, di akhir hayatnya, beberapa jengkal lagi dia jadi
calon penghuni neraka, dia berbalik arah, Man! Dia menyesali kesalahan
dan memperbaikinya. Kebaikan di akhir hayatnya yang sekejap itu menghapus semua
dosanya dan dia pun masuk surga.
Saya
percaya, kamu bisa menangkap maksud hadis ini. Yup! Nggak ada kata telat
untuk memperbaiki diri. Sejauh apa pun kamu sudah melangkah, berbaliklah!
MEREKA YANG BERANI MEMUTAR ARAH
Kamu nggak sendiri,
Muhammad Ali si Petinju Terbaik Abad Ini pun pernah melakukan kesalahan. Waktu
belum masuk Islam, dia arogan banget. Setiap kali tinjunya membuat lawannya
tersungkur di kanvas, dia selalu berteriak, “Akulah yang Agung!”
Rasa
percaya dirinya sering menjelma jadi keangkuhan, yang dia sendiri nggak
bisa mengendalikannya. Jiwanya dipenuhi rasa bimbang. Kehidupannya di tengah
orang-orang Amerika yang bejat, membuat dia nggak bahagia. Hingga dia
menemukan Islam sebagai agama yang menyayangi manusia tanpa melihat warna
kulit. Hidupnya berubah 180 derajat. Ali banting setir menjadi seorang yang
rendah hati. Hidupnya dia abdikan untuk kesejahtera-an manusia. Dia
menyumbangkan kekayaannya untuk membantu orang-orang yang menderita.
Kamu juga pasti pernah mendengar lagu Morning
has Broken. Itulah lagu legendaris yang ditulis Cat Stephen, biduan
Inggris yang genius. Di usianya yang kedelapan belas, dia sudah menghasilkan
delapan album rekaman.
Kesuksesannya
membuat dia merasa bisa membeli semua keinginannya. Tetapi, pada saat yang
sama—ketika dia berada di puncak karier—Stephen merasa takut terjatuh. Perasaan
takut itu dia usir dengan mereguk minuman keras.
Kehidupannya yang kacau
membuat dia benci kehidup-an ini. Dia mengasingkan diri. Hingga pada 1975, sesuatu
terjadi. Kakaknya memberi mushaf Al-Quran. Kata-kata basmalah sangat berpengaruh
dalam jiwanya. Dia mulai mempelajari Islam. “Aku mengabdikan hidupku untuk
orang-orang yang membutuhkan,” begitu katanya.
Seperti yang sudah saya
ungkapkan, hidup ini bukan jalan tol yang satu arah. Kita bisa berbalik arah
kapan pun kita mau. Ada ribuan jalan alternatif yang bisa kita tempuh. Dalam
hidup, banyak jalur untuk mundur, berbalik arah, pindah jalur, mundur ke sepuluh
langkah sebelumnya, atau menancap gas dengan kecepatan tinggi.
It’s your life! Kamulah pilotnya. Cuma masalahnya, kadang-kadang,
kita takut berbalik arah karena merasa ada orang lain yang juga menjadi pilot
dalam hidup kita. Mereka merasa berhak mengendarai hidup kita. Kita takut
mereka mencemooh langkah yang bakal kita pilih. Kamu takut dijauhi teman atau
dicemooh orang yang kamu cintai gara-gara kamu mengambil langkah yang nggak
mereka senangi. Kalau kamu seperti itu, bersikaplah seperti Muhammad Ali.
Ketika
Muhammad Ali mengubah arah hidupnya 180 derajat dengan meninggalkan agama nenek
moyangnya pindah ke agama Islam, orang-orang Amerika kecewa. Mereka
menyayangkan langkah Ali dan semua orang mengkhawatirkan karier tinjunya.
Namun,
Muhammad Ali adalah petinju yang tidak hanya kuat di atas ring, tapi juga punya
pendirian kuat dalam hidup nyata. “Aku nggak harus menjadi apa yang kamu
inginkan. Aku bebas untuk menjadi apa yang aku inginkan,” begitu ucapannya
menjawab komentar-komentar orang lain. Dalam
berbalik arah, kamu sah-sah aja melakukannya dengan diam-diam karena
takut dicemooh orang-orang di sekitarmu. Tapi, Ali melakukannya dengan
terang-terangan. Dia mengumumkan keislamannya dengan terbuka. Persis seperti
yang dilakukan Umar bin Khaththab ketika dia berdiri di Ka‘bah mengumumkan
keislamannya kepada orang-orang Quraisy yang memusuhi Islam saat itu.
Tindakan
itu tentu aja penuh risiko. Mengumumkan perubahan arah hidup seperti
yang dilakukan Ali atau Umar bin Khaththab nggak beda dengan mengatakan,
“Mulai saat ini, aku nggak lagi sejalan denganmu. Aku akan menempuh
jalan yang terbaik menurutku. Kamu boleh nggak setuju. Tapi, it’s my
life.”
Tindakan seperti ini perlu
ditopang nyali dan percaya diri. Jika kamu bisa melakukannya, wah T.O.P
B.G.T-lah.
PINTU YANG GAK PERNAH NUTUP
Pasti kamu sering mendengar
ungkapan ini, “Wah, udah tanggung banyak dosa, jadi aku terusin aja.”
Kalau
kamu termasuk orang yang setuju sama statement itu, cobalah simak
perkataan Ibnu Mas’ud ini, “Surga itu punya delapan pintu yang
kesemuanya terbuka dan tertutup. Tapi, ada satu pintu yang selalu terbuka, nggak
pernah nutup. Itulah pintu tobat.”
Jadi,
kapan pun … sejauh apa pun kamu sudah salah langkah, pintu tobat selalu terbuka
buat kamu masuki. Nggak ada istilah nanggung sudah banyak dosa.
Kamu bisa sekarang juga putar arah menuju pintu yang selalu terbuka itu
karena kamu adalah pilotnya.
Kalau
tahu bahwa betapa gembiranya Allah menyam-but orang yang mengubah jalannya,
kamu bakal ngiler. Yup, Allah itu gembira banget jika melihat seseorang
yang kembali ke jalan-Nya walaupun sebelumnya dia sudah ingkar abis sama
Allah. Kalau kamu pulang ke jalan Allah dengan merangkak, Allah akan
menyambutnya dengan ber-jalan. Kalau kamu menghampirinya dengan berjalan, Allah
akan menyambut kamu dengan berlari. Kurang apa lagi?
Kalau kamu pulang
ke jalan Allah
dengan merangkak,
Allah akan menyambut-
nya dengan berja-lan.
Kalau kamu
menghampirinya
dengan
berjalan,
Allah akan menyambut
kamu dengan berlari.
Allah menegaskan diri-Nya
sebagai tawaburrahim, zat yang selalu menerima tobat dan penuh kasih
sayang. Dia bukan sosok yang pendendam. Dia siap menerimamu kembali kapan pun
kamu mau melakukannya. Bahkan, ketika kamu sudah mengkhianati-Nya.
Akan tetapi, tentu aja ada beberapa langkah yang harus
kamu tempuh jika kamu ingin benar-benar memperbaiki diri. Pertama, kamu
betul-betul meninggalkan perbuatan kamu yang jelek itu. Kedua, kamu
harus menanamkan rasa penyesalan. Ketiga, kamu harus membuat niat kuat,
janji pada diri kamu sendiri nggak bakalan mengulanginya lagi. Jika tiga
syarat itu kamu tanamkan dalam hati, percaya deh,
kamu bisa berbalik arah tanpa takut salah jalur lagi. Proses install
ulangmu bakal komplet!
0 komentar:
Posting Komentar